Isu Darurat Militer Menggema, Begini Penjelasan Wakil Panglima TNI

Isu Darurat Militer Menggema, Begini Penjelasan Wakil Panglima TNI

Wakil Panglima TNI bantah isu darurat militer usai gelombang unjuk rasa. TNI tegaskan tetap taat konstitusi dan hanya bantu tugas Polri.-Foto: IG @tandyobr_91-

JAKARTA, PostingNews.id – Di tengah kepulan asap demonstrasi, bangunan hangus, dan tubuh-tubuh yang terbujur akibat gelombang protes yang meledak sejak 25 Agustus 2025, muncul satu kekhawatiran besar yang menghantui ruang publik, apakah Indonesia akan memasuki darurat militer?

Isu itu bergulir cepat di media sosial, memicu ketegangan yang tak kalah panas dari jalanan yang telah dilanda pembakaran dan penjarahan. Apalagi, setelah Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan TNI dan Polri untuk mengambil langkah “tegas dan terukur”, publik semakin gelisah: apakah ini awal dari militerisasi penanganan sipil?

Namun, Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita akhirnya angkat bicara dengan nada tegas dan lurus. Ia membantah keras. Menurut Tandyo, apa yang dilakukan TNI adalah bentuk dukungan atas permintaan resmi kepolisian, bukan bentuk intervensi, apalagi pengambilalihan situasi.

“Tidak ada kami mau ngambil alih, tidak ada. Karena itu, disampaikan bahwa yang di depan, kan, Polri dulu. Polri baru setelah itu ada kondisi seperti ini, ya barulah kami (TNI) jadi satu dengan Polri,” tegas Tandyo saat ditemui usai rapat tertutup Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan di Senayan, Senin, 1 September 2025.

Rapat tersebut, yang diklaim hanya membahas anggaran pertahanan 2026, juga dihadiri oleh nama-nama kunci dalam pertahanan nasional, seperti Wamenhan Marsekal Donny Ermawan, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak, KSAL Laksamana Muhammad Ali, dan KSAU Marsekal Tonny Harjono. Namun, suasana politik yang sedang panas membuat pertemuan itu tak bisa lepas dari bayang-bayang kericuhan nasional.

Tandyo menegaskan, TNI berada dalam posisi taat konstitusi. Tidak ada rencana terselubung, tidak ada gerakan senyap. Bahkan ketika situasi memanas, TNI justru bergerak “di belakang” Polri, bukan menggantikannya.

“Seperti yang kami katakan, kami taat konstitusi. Kami memberikan bantuan kepada institusi lain tentunya atas dasar regulasi dan permintaan saat itu,” katanya.

Pernyataan Tandyo ini juga mempertegas hasil koordinasi internal antara TNI, Polri, dan Presiden. Menurutnya, pada Sabtu, 30 Agustus 2025, Presiden Prabowo memanggil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke kediaman pribadinya di Hambalang, Bogor, untuk menyusun langkah taktis pasca kerusuhan.

“Saya sampaikan bahwa pada tanggal 30 (Agustus) lalu Pak Presiden memanggil Kapolri dengan Panglima TNI. Dan Kapolri menyampaikan statement itu dan kita solid jadi satu di situ, bagaimana untuk mengelola ini sama-sama,” ucap Tandyo.

Enam Nyawa Melayang, Puluhan Fasilitas Publik Hancur

Sementara itu, fakta di lapangan terus menguatkan kegelisahan publik. Sejak aksi protes nasional meletus, enam orang dinyatakan meninggal dunia. Korban paling mencolok adalah:

  1. Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta.
  2. Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta, meninggal dengan luka di tubuh usai mengikuti aksi demonstrasi.
  3. Tiga orang di Makassar, tewas terperangkap saat Gedung DPRD Sulsel dibakar.
  4. Rusdamdianyah, ojol lain, tewas dikeroyok massa tak dikenal karena dituduh intel.

Total enam korban jiwa, lusinan fasilitas rusak, dan sejumlah gedung pemerintahan terbakar. Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Gedung DPRD Jawa Barat, hingga halte-halte Transjakarta jadi simbol rapuhnya ketertiban publik saat negara limbung.

Namun Tandyo menepis anggapan bahwa TNI lambat atau membiarkan kekacauan terjadi. Ia menegaskan, TNI baru aktif membantu Polri setelah adanya pemanggilan resmi dari Presiden.

“Ada permintaan, tidak?” ujar Tandyo, menegaskan bahwa kehadiran militer bukan inisiatif sepihak, melainkan langkah terkoordinasi sesuai undang-undang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News