JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Melalui kuasa hukumnya, AKBP Dody Prawiranegara telah mengajukan diri sebagai juctice collaborator (JC) dalam kasus peredaran narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa.
Dedy yang merupakan mantan Kapolres Bukittinggi, Sumatera Barat, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang diungkap Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya itu.
Terkait permohonan JC yang diajukan Dody, telah mendapat respon dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bahkan pada Sabtu (5/11/2022), tim kuasa hukum AKBP Dody bertemu dengan pihak LPSK.
Adriel Purba selaku koordinator tim penasehat hukum AKBP Dody Prawiranegara dkk dalam keterangannya kepada awak media, Minggu (6/11), mengatakan pihaknya bertemu dengan LPSK di Polres Metro Jakarta Selatan.
BACA JUGA:Terkuak! Gegara Duit Kurang, Pria di Depok ini Pukuli Istri Hingga Babak Belur, Netizen pun Colek Akun Polisi
Disebutkan Adriel, pertemuan berlangsung sekitar empat jam, dimana pihak LPSK menemui langsung AKBP Dody Prawiranegara dkk di Polres Metro Jakarta Selatan.
Dikatakan Adriel, petugas LPSK menyatakan berkas pengajuan perlindungan dan JC Dody dkk dianggap telah lengkap.
Selanjutnya, tim LPSK akan menelaah dan mendalami sebelum memberikan keputusan akhir mengabulkan atau tidak permohonan perlindungan dan JC bagi Dody dkk.
Adriel mengatakan, pihaknya berharap proses pendalaman dan penelaahan bisa berjalan lancar dan cepat serta permohonan bisa dikabulkan.
BACA JUGA:Dukung Anies Baswedan, Relawan Go-Anies NTB Yakin Raih 80 Persen Suara: 5 Tahun Kerja di Jakarta Bukan Mitos!
Lebih lanjut, Adriel mengatakan permohonan perlindungan dan JC bagi Dody dkk sangat penting mengingat kliennya itu akan kesulitan mengungkap kebenaran kasus narkoba karena melibatkan Teddy Minahasa yang tercatat masih berstatus jenderal bintang dua aktif.
Ia juga berharap kepada LPSK dan pejabat negeri ini untuk memberi perhatian lebih terhadap kasus ini.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kata Adriel, syarat untuk menjadi JC di antaranya bukan menjadi pelaku utama dalam perkara atau kejahatan tersebut
Selanjutnya, keterangan saksi pelaku atau JC dinilai penting untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
BACA JUGA:Ngaku Ditekan Brigjen Hendra Kurniawan, Ismail Bolong Akhirnya Minta Maaf ke Komjen Agus Andrianto, Fitnah?
Berdasarkan UU itu, kata Adriel, setelah mendengar keterangan kliennya, maka AKBP Dody dkk dinilai bukan pelaku utama dalam perkara ini sehingga ada beberapa indikasi yang menggambarkan hal itu, antara lain perintah yang diterima kliennya dan setelah perkara ini masuk dalam proses penyidikan, ada upaya dari pihak tertentu menghalangi klien dan keluarganya untuk menerangkan secara terang benderang perkara ini.
Dikatakan Adriel, pihaknya yakin AKBP Dody dkk memiliki keterangan yang bisa membongkar perkara ini secara terang benderang.
Sebelumnya, perkara ini bermula dari penangkapan Polres Metro Jakarta Pusat terhadap seorang HE dan MS dengan barang bukti sabu yang dikemas dalam dua buah kantong plastik sebanyak 44 gram sabu-sabu pada beberapa waktu lalu.
Setelah dikembangkan, HE dan MS mendapatkan sabu dari seseorang bernama Abeng yang ditangkap anggota Polres Metro Jakarta Pusat.
BACA JUGA:Protes Penghentian Siaran TV Analog, Mantan Menkominfo Tifatul Sembiring Sebut Hary Tanoesoedibyo Arogan
Abeng mengaku mendapatkan sabu dari petugas Polsek Kalibaru, Tanjung Priok, Ajun Inspektur Dua Achmad Darmawan (AD).
Dalam pengembangan, AD mengakui dapat sabu dari Kapolsek Kalibaru Komisaris Kasranto. Untuk mendapatkan barang sabu itu, Kasranto mengaku berhubungan dengan anggota dari Satuan Narkoba Polres Jakarta Barat Ajun Inspektur Satu Janto S.
Setelah semuanya diusut, maka perkara ini berawal dari penukaran sabu hasil pengungkapan kasus narkoba dengan barang bukti 41,4 kilogram senilai Rp62,1 miliar oleh Polda Sumatera Barat pada Mei 2022.
Ketika itu, Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa memerintahkan Dody mengganti 5 kilogram sabu tersebut dengan tawas. Perintah lainnya sabu itu agar diserahkan kepada Linda Pudjiastuti untuk dijual.
BACA JUGA:Dua Hari Lagi Gerhana Bulan Total Bisa Disaksikan di Seluruh Wilayah Indonesia, Cek Waktunya di Sini
Atas perbuatannya, para tersangka, termasuk Teddy Minahasa, dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman minimal 20 tahun penjara.