Sementara itu, uang senilai Rp 5,250 miliar digunakan AKBP Dalizon untuk keperluan pribadinya, seperti membeli rumah seharga Rp 1,5 miliar.
Tak berhenti sampai di situ, dia juga melakukan transksi tukar tambah kendaraan mobil senilai Rp 300 juta dan membeli 1 unit mobil Honda Civic seharga Rp 400 juta.
Lalu AKBP Dalizon juga melakukan deposito senilai Rp 1,4 miliar ke rekening istri.
IPW menuturkan dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2019 tidak pernah dihadiri oleh Kombes Anton Setiawan.
BACA JUGA:Ungakapan Dara Arafah Usai Pencuri Brankas di Rumahnya Dibekuk Polisi
+++++
Sebab, katanya, JPU tak pernah menuntut kepada Kombes Anton Setiawan untuk memberikan kesaksian di persidangan.
Hanya saja terbongkarnya aliran uang gratifikasi dan pemerasan itu, IPW menilai bahwa AKBP Dalizon hanya dijadikan tumbal oleh institusi Polri.
Sementara itu, menurut IPW, Kombes Anton Setiawan tak tersentuh lantaran diduga mendapat perlindungan dari Bareskrim Polri.
"Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon," terangnya.
Menurut IPW, hal itu semakin jelas lantaran kasus gratifikasi dan pemerasan yang menjerat AKBP Dalizon kini diambil alih oleh Bareskrim Polri.
Sehigga, katanya, itu adalah salah satu upaya agar Kombes Anton Setiawan terlindungi dari kasus tersebut, meski terlibat.
"Hal ini sangat jelas karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri.
"Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka," tuturnya.