“Dengan penemuan locus delicti dan tempus delicti akan mengungkap fakta dan bukti berangkai dan berantai sampai dengan bagaimana Joshua menemui ajalnya,” terangnya.
“Bila diperlukan, rekan-rekan pengacara keluarga Joshua (Brigadir J) bisa memohon bantuan agar seluruh operator atau provider seluler dan pihak Google membuka semua fakta tentang percakapan. Termasuk Google Maps berkaitan dengan peristiwa tersebut yang terkesan seperti komedi putar di pasar malam,” tandas Syamsul.
“Kita cobalah kesaktian dan tekad dari Presiden RI, dengan titahnya agar seluruh operator seluler phone dan Google membantu membuka rahasia yang akan membuktikan tempus delicti dan locus delicti peristiwa pidana tersebut,” imbuhnya.
Terkait dengan rekaman komunikasi, Polisi sejauh ini pandai dalam menangkapi para pelaku pembuat pidana ujaran kebencian, tetapi perlu hampir satu bulan menetapkan tersangka pembunuhan yang disebut dengan peristiwa polisi tembak polisi di kediaman seorang petinggi Polri belum juga terungkap.
“Waktu dan tempat yang paling jujur dan bisa diandalkan kejujurannya, dan itu ada di seluruh unit hp milik kawan-kawan polisi dan dokter serta istri seorang jenderal polisi,” jelas Syamsul.
Keprihatinan pribadinya juga ditujukan pada Komnas HAM, yang terkesan hanya mampu mengikuti alur narasi tembak-menembak yang seakan adalah suatu pelanggaran HAM berat telah terjadi sehingga membuatnya wajib turut serta mengikuti peristiwa sederhana itu.
“Komnas HAM tampak terseok-seok. Bukankah itu cuma adegan tembak menembak? Katanya keduanya sama-sama menggunakan senjata berjenis pistol. Itu bukan pelanggaran HAM berat,” tegas Syamsul.
“Kelak, fakta ini bisa saja peristiwa pidana tersebut membuktikan Deelneming, tindak pidana bersama-sama yang perannya berbeda-beda,” jelas Syamsul Arifin.
Nah, untuk mengeliminir hambatan psikologis bagi para penyidiknya, barangkali ada baiknya Polri dikembalikan lagi ke pelukan ABRI, oleh karena Polisi juga bersenjata meski bukan Tentara.
+++++
“Ini demi kebaikan, harkat dan martabat, tidaklah perlu malu untuk kembali ke masa lalu. Bukankah fungsi pengawasan dan pendisiplinan Polri menjadi rapuh dan runtuh ketika peristiwa pidana menyentuh Kadiv Propam?” jelasnya seraya menyebut pengenaan Pasal 338 KUHP dalam tindak pidana bersama-sama tampak absurd dan mengundang tanya.
Seperti diketahui Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) sebagai tersangka penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir) malam ini, Rabu 8 Agustus 2022.
“Kita sudah gelar perkara dan menetapkan tersangka Bharada E. Dia ditangkap dan langsung ditahan, ini (kasusnya) bukan bela diri. Ini (penetapan tersangka) terkait laporan yang disampaikan kuasa hukum keluarga Brigadir Joshua,” jelasnya.
Brigjen Pol Andi Rian juga memastikan kasus ini tidak berhenti dari sini. Tetap berkembang, akan ada pemeriksaan beberapa saksi ke depan.