"Sayangnya, Jokowi super sombong. Tak mau menunjukan ijazahnya. Apa karena tahu ijazahnya palsu dan takut ketahuan publik saat ditunjukan?" sindir Ahmad menohok.
CATATAN: Dua Frekuensi yang Gak Ketemu Jadi, sekarang kita melihat dua kutub yang bertolak belakang. Farhat Abbas dengan pendekatan pragmatisnya (yang penting damai dan kenyang), melawan kubu kritikus yang main di ranah idealis (menuntut kebenaran materiil).
Publik pun terbelah. Ada yang ngakak setuju sama Farhat karena capek lihat keributan, ada juga yang marah karena merasa hukum dan kebenaran nggak bisa ditukar sama tambang. Kalau menurut kamu gimana, Sob? Apakah "giveaway" tambang adalah solusi damai, atau justru penghinaan buat demokrasi?