Pantas Banjir! WALHI Sebut Kerusakan Hutan Sumatera Capai 2.000 Hektar

Jumat 05-12-2025,19:00 WIB
Reporter : Reynaldi
Editor : T. Sucipto

POSTINGNEWS.ID — Temuan Walhi Sumatra Utara mengungkap masifnya deforestasi selama 10 tahun terakhir, mencapai 2.000 hektare. Kerusakan ini dinilai menjadi pemicu utama banjir bandang, bukan sekadar cuaca ekstrem.

Direktur Walhi Sumut, Rianda Purba, menegaskan pernyataan Gubernur Sumut Bobby Nasution keliru.

“Pemicu utamanya adalah kerusakan hutan dan alih fungsi lahan,” katanya pada Selasa (2/12/2025).

Ia menyebut sejumlah perusahaan sebagai penyebab pembukaan hutan tersebut. Kerusakan itu terlihat jelas dari citra satelit yang memperlihatkan penyusutan kawasan konservasi dan hutan lindung.

BACA JUGA:Cak Imin Lempar Taubatan Nasuha untuk Bahlil, Golkar: Bukan Waktunya Guyon di Tengah Duka

LBH turut menegaskan bencana banjir dan longsor berkaitan erat dengan deforestasi dan masifnya izin konsesi bagi industri tambang dan perkebunan di Sumatra.

“Hal demikian menunjukkan gagalnya Pemerintah dalam tata kelola kawasan hutan,” kata LBH.

Mereka juga menyebut maraknya alih fungsi lahan demi proyek PLTA memperburuk kondisi.

BACA JUGA:Bahlil Setel Ulang Strategi Golkar, Targetnya Anak Muda untuk Kuasai 2029

LBH mencatat kerusakan di Sumatra Barat terjadi dalam skala ratusan ribu hektare dalam rentang 2020–2024. Banyak di antaranya berada di kawasan konservasi dan perbukitan.

Deforestasi menyebabkan hilangnya pohon yang berfungsi menyerap air. Akibatnya, limpasan air tak tertahan dan memicu banjir besar seperti yang terjadi di Padang dan daerah lain.

Walhi dan LBH mendesak pemerintah menerapkan moratorium izin baru bagi industri ekstraktif dan melakukan evaluasi total terhadap tata kelola lahan.

BNPB melaporkan banjir di Aceh, Sumut, dan Sumbar menelan korban hingga 604 jiwa. Angka ini menunjukkan bencana telah meningkat dalam skala yang mengkhawatirkan.

Sementara itu, Bobby tetap menegaskan bencana dipicu cuaca ekstrem. Namun aktivis lingkungan menyebut pernyataan tersebut mengabaikan akar persoalan berupa kerusakan ekosistem.*

Kategori :