Genosida 1965 Disebut Tak Terbukti, Fadli Zon Bela Soeharto Mati-Matian

Rabu 05-11-2025,20:39 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Di halaman Istana yang sore itu tampak teduh, Fadli Zon kembali menjadi pengawal narasi sejarah versi negara. Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ini menegaskan bahwa tidak pernah ada bukti Soeharto terlibat dalam tragedi pembunuhan massal 1965–1966.

Ia berbicara dengan nada percaya diri ketika menjawab komentar Romo Franz Magnis-Suseno yang baru sehari sebelumnya menyatakan bahwa Soeharto tidak layak menjadi Pahlawan Nasional karena keterlibatannya dalam tragedi tersebut.

“Apa faktanya apa? Ada yang berani menyatakan fakta? Mana buktinya? Kan kita bicara sejarah dan fakta, dan data gitu. Ada enggak? Enggak ada kan?“ kata Fadli Zon di Istana Kepresidenan, Jakarta, 5 November 2025.

Percakapan mengenai gelar pahlawan yang tampaknya rutin setiap tahun, berubah menjadi panggung perdebatan lama yang belum selesai. Fadli menyampaikan bahwa Soeharto telah memenuhi syarat secara prosedural, dan bukan hanya sekali. Ini bukan kali pertama nama Soeharto diajukan. Ia mengatakan pengusulan sudah pernah dilakukan pada 2011 dan 2015, dan proses kajiannya berulang-ulang dinilai layak.

BACA JUGA:Nama Marsinah Masuk Daftar, Fadli Zon: Ia Memenuhi Syarat Pahlawan Nasional

“Untuk nama-nama itu memang semuanya seperti saya bilang itu memenuhi syarat ya, termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan ya,” tutur Fadli.

Ia menjelaskan bahwa penilaian ini bukan hanya keputusan GTK semata. Usulan berasal dari kabupaten atau provinsi, lalu ditelaah lagi oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat atau TP2GP yang terdiri dari sejarawan, akademisi, tokoh agama, hingga aktivis.

Lewat proses itu, total 49 nama masuk meja seleksi tahun ini. Dari jumlah itu, 24 nama disaring menjadi prioritas calon penerima gelar. Fadli tidak menyebut apakah Soeharto masuk dalam daftar inti tersebut. Sebuah ketidakjelasan yang justru mempertegas bahwa posisi Soeharto berada di ruang yang setengah resmi, setengah simbolik, dan sepenuhnya politis.

Sementara itu, di sebuah ruangan berbeda, Romo Franz Magnis-Suseno berbicara dengan nada yang sama tenangnya, tetapi dengan substansi yang berseberangan. Dalam diskusi di Gedung YLBHI, ia menegaskan bahwa Soeharto tidak layak menyandang gelar pahlawan karena rekam jejak pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan.

BACA JUGA:17 Juta Suara Terbuang di Pemilu 2024, Partai Buruh Dorong Threshold 0 Persen

“Soeharto melakukan korupsi besar-besaran. Dia memperkaya keluarga, orang lain, orang dekatnya, memperkaya diri sendiri. Itu bukan Pahlawan nasional,” ujar Romo Magnis.

Baginya, seorang pahlawan adalah sosok yang bekerja tanpa pamrih, bukan pemimpin yang mengambil keuntungan pribadi dari kekuasaan. Romo Magnis juga berbicara mengenai pelanggaran HAM yang berat pada 1965–1966.

“Tidak bisa disangka bahwa Soeharto paling bertanggung jawab atas genosida 1 dari 5 genosida terbesar di abad ke-20 yaitu pembunuhan setelah 1965 dan 1966. Ada 800 korban. Menurut Sarwo Edi ada 3 juta jiwa,” ucapnya.

Namun Romo Magnis juga mengakui jasa Soeharto. Ia menyebut Soeharto berperan membawa Indonesia keluar dari masa krisis ekonomi setelah Orde Lama serta menjauhkan Indonesia dari politik konfrontatif di Asia Tenggara. Tetapi bagi Romo Magnis, jasa itu tidak cukup untuk menghapus pelanggaran yang lebih besar dan lebih dalam.

BACA JUGA:Gubernur Riau Abdul Wahid Resmi Tersangka, Diduga Terima Fee 2,5 Persen Proyek Jalan

Kategori :