Dan benar saja, dibandingkan kasus Chromebook yang sudah mengantar Nadiem ke jeruji besi, kasus Google Cloud masih dalam tahap cloudy alias mendung tanpa hujan, belum kunjung disambar pasal.
BACA JUGA:Bripka Rohmat yang Lindas Affan dengan Rantis Minta Maaf: Kami Hanya Menjalankan Perintah Pimpinan
Namun, jangan buru-buru menganggap keduanya tak saling berkait. Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dengan tegas menyatakan Chromebook dan Google Cloud adalah dua sisi dari mata uang yang sama.
Bedanya hanya di keras dan lunaknya. Chromebook adalah hardware, Google Cloud adalah software dan keduanya diduga dikalkulasi dengan harga yang bikin dompet negara menjerit.
“Kalau Chromebook adalah pengadaan perangkat keras. Kalau Google Cloud itu perangkat lunaknya,” kata Asep pada 30 Juli 2025 lalu.
Asep menjelaskan Google Cloud menjadi tempat penyimpanan data seluruh sekolah di Indonesia, terutama selama masa belajar daring. Ibaratnya, pemerintah menyewa loker digital raksasa untuk seluruh siswa dan guru di Tanah Air. Hanya saja, loker ini bukan gratisan, dan harga sewanya sedang diperiksa apakah masuk akal atau justru mengakali.
BACA JUGA:NasDem Masih Cek Kabar Mundurnya Sahroni, Tapi Hak Istimewanya Sudah Dimatikan
“Apakah terjadi kemahalan atau bagaimana, ini yang sedang kami dalami,” ujar Asep.
Meski menangani dua kasus berbeda, KPK dan Kejagung sepakat tidak bertanding, melainkan bersinergi. Keduanya membongkar potensi korupsi di satu sektor yang seharusnya paling sakral: pendidikan. Ironis, karena korupsi di tempat inilah yang paling telanjang menyakiti masa depan bangsa.
Sementara penyelidikan Google Cloud masih buffering, kasus Chromebook telah loading complete. Mantan Menteri Nadiem Makarim resmi ditahan oleh Kejaksaan Agung sejak Kamis, 4 September 2025.
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka NAM (Nadiem) akan ditahan selama 20 hari,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo.
BACA JUGA:Janji Reformasi DPR Dimulai dari Rapat Tertutup, Puan Sebut Baru Sebatas Urun Rembuk
Tuduhannya bukan main-main. Kejagung memperkirakan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun, nilai yang cukup untuk membangun ribuan sekolah atau memberi beasiswa pada generasi muda, alih-alih mengendap sebagai laba dalam proyek digital yang tak terpakai.
“Kerugian keuangan negara diperkirakan sekitar Rp1,98 triliun,” kata Nurcahyo.
Penghitungan akhir masih dilakukan oleh BPKP, namun pasal-pasal yang dikenakan kepada Nadiem menunjukkan bahwa Kejagung tak main-main. Ia dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, plus Pasal 55 KUHP tentang penyertaan, cukup lengkap untuk membangun bangunan hukum yang kokoh di persidangan.