Giliran Banjir Menerjang Sumatera, Istana Baru Mulai Sentil Izin Tambang dan Usaha di Bantaran Sungai
Banjir Sumatera membuka sorotan pada izin tambang dan usaha di bantaran sungai. Istana akui penertiban perizinan jadi pekerjaan rumah.-Foto: Antara-
BACA JUGA:Maduro Tuduh AS Bajak Kapal Tanker, Ketegangan Venezuela-Amerika Kian Memanas
Lonjakan izin ini, kata Reza, berjalan seiring dengan lonjakan deforestasi. Catatan Trend Asia menunjukkan deforestasi meningkat tajam dari 414.295 hektare pada 2021 menjadi 635.481 hektare pada 2022. Kenaikannya hampir 54 persen hanya dalam setahun setelah izin PBPH diterbitkan.
Kerusakan hutan itu, menurut Reza, bukan sekadar angka di atas kertas. Dalam laporan sebelumnya yang disusun bersama JATAM dan Bersihkan Indonesia pada 2021, ditemukan ratusan konsesi pertambangan berada di wilayah rawan bencana. Sebanyak 704 konsesi tercatat berada di kawasan berisiko banjir seluas 1.491.263 hektare. Sementara 187 konsesi lain berada di wilayah rawan longsor.
Reza menegaskan bencana yang kini melanda Sumatera tak bisa semata-mata dituding sebagai akibat cuaca ekstrem. Ia menyebutnya sebagai akumulasi kebijakan yang menyingkirkan daya dukung ekosistem demi investasi. Lonjakan izin industri ekstraktif, menurutnya, tidak lepas dari revisi Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Cipta Kerja yang melonggarkan syarat lingkungan.
“Pemerintah harus tegas untuk mencari penyebab bencana ekologis dengan mengevaluasi semua perizinan serta mencabut izin perusahaan bermasalah dan terbukti melanggar serta memicu banjir,” kata Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News