Giliran Banjir Menerjang Sumatera, Istana Baru Mulai Sentil Izin Tambang dan Usaha di Bantaran Sungai

Giliran Banjir Menerjang Sumatera, Istana Baru Mulai Sentil Izin Tambang dan Usaha di Bantaran Sungai

Banjir Sumatera membuka sorotan pada izin tambang dan usaha di bantaran sungai. Istana akui penertiban perizinan jadi pekerjaan rumah.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi tak menutup mata melihat benang kusut di balik bencana yang melanda Sumatera. Di tengah lumpur, jembatan darurat, dan pengungsian, pemerintah mengakui masih punya pekerjaan rumah yang tak ringan. Soal izin hutan dan pertambangan yang telanjur terbit di wilayah rawan bencana.

Prasetyo mengatakan persoalan perizinan itu kini masuk radar perhatian Presiden Prabowo Subianto. Bukan cuma izin tambang di kawasan hutan, tapi juga izin usaha yang berdiri di bantaran sungai. Area yang seharusnya menjadi jalur air, justru ramai aktivitas ekonomi.

“Berkaitan dengan masalah lingkungan, penertiban kawasan-kawasan hutan, izin-izin pertambangan, izin-izin pembukaan usaha-usaha di bantaran-bantaran sungai juga itu menjadi perhatian dari Presiden Prabowo Subianto, “ kata Prasetyo saat berada di Sumatera Barat, Kamis 18 Desember 2025, yang dipantau melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Hari itu, Prabowo turun langsung ke lapangan. Ia menyambangi lokasi pengungsian, meninjau jembatan bailey, hingga melihat proses perbaikan jembatan nasional yang rusak diterjang banjir. Dari sana, laporan mengalir.

BACA JUGA:Prabowo Datangi Pengungsi di Agam Sumbar, Janji Sebulan Tak Ada Lagi Warga Tinggal di Tenda

Gubernur, wakil gubernur, sampai para bupati menyampaikan kondisi daerah masing-masing, termasuk soal izin-izin yang selama ini luput dari sorotan. Prasetyo tak merinci masalah perizinan apa saja yang disampaikan. Namun isyaratnya jelas, ada yang perlu dibenahi dari hulunya.

Di sela kunjungan itu, Prasetyo juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam penanganan bencana. BNPB, TNI, Polri, Basarnas, pemerintah daerah, hingga warga disebutnya bahu-membahu menghadapi situasi darurat.

“Terima kasih. Seluruh masyarakat yang bahu-membahu bekerja sama, bekerja keras untuk segera mengatasi keadaan dan kembali menjalani kehidupan kita dengan sebaik-baiknya,” ucapnya.

Pernyataan pemerintah ini berkelindan dengan temuan organisasi lingkungan yang sejak awal mengingatkan soal rapuhnya ekosistem Sumatera. Trend Asia sebelumnya mencatat hilangnya jutaan hektare hutan di pulau itu dalam satu dekade terakhir. Temuan tersebut dirilis di tengah bencana banjir yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dengan korban jiwa mencapai 867 orang berdasarkan data per 5 Desember 2025.

BACA JUGA:Kecanduan Dopamin Murahan, Gen Z Mulai Melawan Brain Rot dari Layar Ponsel Mereka Sendiri

Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia Amalya Reza menjelaskan tiga provinsi tersebut telah kehilangan hutan alam seluas 3.678.411 hektare selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sumatera Utara mencatat deforestasi tertinggi dengan luas 1.608.827 hektare. Sumatera Barat menyusul dengan 1.049.833 hektare, sementara Aceh kehilangan 1.019.749 hektare hutan alam.

Namun, menurut Reza, kerusakan sebesar itu kerap direduksi dalam narasi resmi pemerintah.

“Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni membanggakan penurunan angka deforestasi di daerah terdampak bencana dalam setahun terakhir. Padahal, penurunannya tidak sebanding dengan tren kenaikan deforestasi yang berlangsung selama satu dekade. Dampaknya terasa hari ini,” kata Reza dalam keterangan tertulis pada Jumat 5 Desember 2025.

Reza juga mengungkap masih derasnya penerbitan izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan di wilayah terdampak bencana. Di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, terdapat 31 izin PBPH dengan total luas mencapai 1.019.287 hektare. Sumatera Utara kembali menjadi wilayah terbanyak, dengan 15 izin yang mencakup lahan seluas 592.607 hektare.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share