Pencegatan Berujung Maut, Peran Enam Polisi Terkuak di Kasus Mata Elang Kalibata

Pencegatan Berujung Maut, Peran Enam Polisi Terkuak di Kasus Mata Elang Kalibata

Kasus pengeroyokan maut di Kalibata menguak peran enam polisi. Berawal dari pencegatan mata elang hingga berujung dua korban tewas.-Foto: DOk. Media Polri-

JAKARTA, PostingNews.id – Peristiwa pengeroyokan yang menewaskan dua debt collector di Kalibata perlahan dibuka satu per satu di ruang sidang etik Polri. Dari situ terlihat bagaimana enam anggota kepolisian terseret dalam satu rangkaian kejadian yang bermula dari sebuah pencegatan motor, lalu berakhir dengan dua nyawa melayang.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Erdi Chaniago menjelaskan, keenam polisi yang terlibat kini dibagi ke dalam dua kelompok. Pembagian itu didasarkan pada peran masing-masing serta sanksi etik dan administratif yang dijatuhkan melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri.

Nama pertama yang disebut adalah Brigadir Dua AMZ. Ia merupakan pemilik motor Yamaha Nmax hitam yang siang itu dicegat dua debt collector, yang di lapangan lebih dikenal dengan sebutan mata elang, di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Dalam situasi terdesak, AMZ tak sendirian menghadapi peristiwa itu.

“Bripda AMZ kemudian menginformasikan kepada Brigadir IAM,” kata Erdi di Mabes Polri, Rabu 17 Desember 2025.

BACA JUGA:Gelar Perkara Ijazah Jokowi Mendadak Panas, Orang Tak Berkepentingan Nyelonong Masuk Ruangan

Informasi tersebut disampaikan AMZ lewat grup WhatsApp. Pesan itu sampai ke Brigadir IAM, yang kemudian bergerak cepat. IAM mengajak empat personel lain dari Satuan Pelayanan Markas untuk mendatangi lokasi AMZ yang berada di depan Taman Makan Pahlawan Kalibata. Dari titik inilah situasi berubah drastis.

AMZ dan IAM dinilai memiliki peran sentral dalam peristiwa pengeroyokan tersebut. Keduanya akhirnya diganjar sanksi paling berat, yakni pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri. Keputusan itu diambil setelah sidang etik menilai tindakan mereka melanggar kode etik profesi secara serius.

Ajakan IAM tak berhenti di situ. Empat polisi lain, yakni Bripda MIAB, Bripda ZGW, Bripda BN, dan Bripda JLA, ikut merespons panggilan tersebut. Mereka datang ke lokasi tanpa banyak bertanya. Menurut Erdi, peran keempatnya dinilai sebagai pengikut ajakan senior.

 “Turut melakukan pengeroyokan untuk menolong Bripda AMZ yang diberhentikan oleh pihak mata elang,” ujar dia.

BACA JUGA:Upah Minimum 2026 Sudah di Depan Mata, Tenggat Kepastian Sampai 24 Desember

Meski tidak dijatuhi pemecatan, keempat polisi itu tetap harus menerima konsekuensi. Mereka dikenai sanksi administratif berupa mutasi disertai demosi selama lima tahun. Di luar sanksi etik, proses pidana terhadap keenam polisi tersebut juga terus berjalan di Polda Metro Jaya. Saat ini, status mereka sama, yakni sebagai tersangka.

Pengeroyokan itu sendiri berujung tragis. Dua debt collector yang saat itu tengah menjalankan tugas penagihan utang kehilangan nyawa. Satu orang tewas di tempat kejadian perkara, sementara satu lainnya sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia.

Berdasarkan keterangan saksi, kejadian bermula sekitar pukul 15.30 WIB. Dua debt collector menghentikan seorang pengendara sepeda motor di kawasan seberang Kalibata. Situasi awalnya tampak seperti penagihan biasa. Namun tak lama setelah motor itu diberhentikan, suasana mendadak berubah. Beberapa orang turun dari sebuah mobil, lalu langsung mengeroyok kedua anggota mata elang tersebut.

Rangkaian peristiwa itulah yang kini menyeret enam polisi ke meja etik dan pidana. Dari sebuah pesan singkat di grup WhatsApp, kejadian bergulir cepat, meninggalkan luka mendalam dan dua nyawa yang tak bisa kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share