Lingkungan Rusak Berat, Satya Bumi Minta Pemerintah Tak Lagi Beri Diskon Sanksi untuk 3 Korporasi di Tapsel

Lingkungan Rusak Berat, Satya Bumi Minta Pemerintah Tak Lagi Beri Diskon Sanksi untuk 3 Korporasi di Tapsel

Satya Bumi mendesak pemerintah mencabut izin tiga korporasi di Tapsel atas kerusakan lingkungan dan menolak pemberian diskon sanksi.-Foto: Dok. Agincourt Resources-

JAKARTA, PostingNews.id — Satya Bumi kembali menyentil pemerintah agar tak sekadar memberi teguran basa-basi kepada korporasi yang diduga punya andil dalam kekacauan ekologis di Sumatera. Organisasi lingkungan itu meminta Kementerian Lingkungan Hidup benar-benar mencabut izin perusahaan yang dianggap bermain terlalu kasar di kawasan rawan seperti Batang Toru.

Manajer Kampanye Satya Bumi, Sayyidattihayaa Afra, mengaku menghargai langkah awal kementerian yang telah menghentikan sementara operasi di hulu Batang Toru untuk keperluan audit lingkungan. Bagi mereka, itu ibarat rem tangan yang ditarik saat mobil sudah meluncur terlalu jauh.

“Pemberhentian sementara izin operasi korporasi di Batang Toru tidaklah cukup” kata Hayaa dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Desember 2025.

Menurut dia, kementerian sudah seharusnya bergerak lebih tegas. Bukan lagi tarik-ulur, tetapi mencabut izin korporasi yang ditengarai mengoyak ekosistem Batang Toru. Perusahaan yang disorot memang bukan pemain kecil. Di daftar tersebut ada PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III, dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) yang menggarap proyek PLTA Batang Toru.

BACA JUGA:Gus Yahya Menolak Lengser, PBNU Kini Berjalan dengan Dua Komando

Sejak 2022, Satya Bumi mengaku terus mengamati kondisi ekosistem di sana. Dari hasil pemantauan, jejak-jejak aktivitas ekstraktif terlihat jelas, dan tiga korporasi itu dinilai punya kontribusi dalam rangkaian bencana ekologis yang belakangan menyapu Sumatera.

Karena itu, kata Hayaa, pemerintah diminta tak ragu mengibarkan kartu merah. Mereka merujuk Pasal 48 Permen LHK 14/2024 yang memberi jalan bagi pencabutan izin usaha bila kerusakan yang ditimbulkan sulit dipulihkan.

“Ini memperlihatkan tidak perlu lagi ada ruang negosiasi sanksi bagi perusahaan. Tindakan tegas, bukan pilihan melainkan keharusan” ujar Riezcy.

Sementara itu, dari kubu pemerintah, Deputi Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup, Rizal Kurniawan, memberikan gambaran bagaimana kondisi lapangan terlihat dari udara. Ia menyebut tumpukan gelondongan kayu yang berserakan di Desa Garoga dan di aliran Sungai Garoga bukan misteri. Material itu datang akibat erosi di daerah aliran sungai Batang Toru dan Garoga, yang dikikis masif oleh pembukaan lahan untuk pembangkit listrik, hutan tanaman industri, pertambangan, dan perkebunan sawit.

BACA JUGA:Truk Mitra SPPG Nyelonong Hingga Tabrak Anak Sekolah, BGN: Turut Berdukacita

“Menteri LH telah mendatangi beberapa perusahaan yang berada pada area hulu DAS Batang Toru dan Garoga” kata Rizal dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 7 Desember 2025.

Perusahaan yang dimaksud sama dengan yang disorot Satya Bumi. Pada kunjungan Jumat, 5 Desember itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan institusinya telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan.

“Sejak Sabtu, 6 Desember 2025 ketiga perusahaan telah menghentikan operasionalnya dan melakukan audit lingkungan” kata Hanif.

Satya Bumi menilai langkah tersebut baru separuh perjalanan. Audit boleh jalan, tetapi menurut mereka, tanggung jawab atas kerusakan yang “sulit dipulihkan” tak cukup ditebus dengan berhenti sejenak. Pemerintah diminta tak lagi memberi ruang kompromi bagi perusahaan yang dianggap keras kepala terhadap lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share