Delapan Perusahaan di Balik Rusaknya Hulu Sungai Sumut Mulai Terlihat Wujudnya

Delapan Perusahaan di Balik Rusaknya Hulu Sungai Sumut Mulai Terlihat Wujudnya

KLH mengusut delapan perusahaan yang diduga merusak hulu sungai di Sumut, memicu banjir dan longsor. Operasional sebagian perusahaan dihentikan sementara.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id — Kementerian Lingkungan Hidup atau KLH/BPLH tampaknya belum mau buru-buru menyebut siapa biang kerok rusaknya hulu sungai di Sumatera Utara. Tapi dari gerak-geriknya, publik bisa menebak bahwa delapan perusahaan sudah masuk daftar tunggu. Kementerian masih menggali data, menelusuri fakta, dan turun langsung ke lapangan untuk memastikan apakah bencana banjir dan longsor itu sekadar “ulah alam” atau ada campur tangan manusia yang kelewat bersemangat mengiris lereng bukit.

Kepala Biro Humas KLH/BPLH Yulia Suryanti mengatakan tim Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup kini mencermati temuan awal yang mengarah pada delapan perusahaan tersebut. Pemeriksaan dilakukan secara intensif, mulai dari menelusuri dokumen aktivitas usaha hingga kondisi Lingkungan yang berubah drastis dalam beberapa tahun terakhir.

”Ini mencakup serangkaian langkah krusial. Pertama, pengumpulan data dan fakta dengan mengumpulkan semua data primer dan sekunder terkait aktivitas perusahaan dan kondisi lingkungan,” ujar Yulia dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 9 Desember 2025.

Selain mengamati dokumen, tim Gakkum juga terjun ke lapangan. Klarifikasi dilakukan langsung bersama pihak perusahaan dan otoritas lokal, seolah memastikan apakah jejak pembukaan lahan, jalan tambang, dan perubahan tutupan hutan benar-benar sejalan dengan laporan manis perusahaan.

BACA JUGA:Pemerintah Permudah Penggantian Ijazah Murid yang Terdampak Banjir di Sumatera

Dua tahap ini diperkuat dengan koordinasi lintas lembaga. Tim Gakkum bekerja bareng aparat penegak hukum lain dan pemerintah daerah agar tidak ada data saling bantah. Yulia menegaskan kembali KLH/BPLH akan bertindak jika memang ada pelanggaran yang mencederai keselamatan masyarakat, merusak ekosistem, atau mengganggu keberlanjutan lingkungan.

Penegakan hukum, katanya, dilakukan berdasarkan aturan dan bukti yang kuat serta tanpa intervensi pihak mana pun. ”Kami menghargai tingginya perhatian publik dan media terhadap perkembangan kasus ini. Meski demikian, proses penanganan kasus lingkungan memerlukan kecermatan dan kajian teknis yang komprehensif untuk menjamin akuntabilitas,” ucapnya.

KLH/BPLH sebelumnya mengumumkan delapan perusahaan yang diduga ikut memperparah kerusakan di lima daerah aliran sungai di Sumut, yaitu Batang Toru, Garoga, Badili, Aik Pandan, dan Sibuluan. Perusahaan itu antara lain PT AR, PT TPL, PT NSHE, PT SNP, PT PJMP, PT SGI, PTPN III, dan PT MST.

Deputi Bidang Gakkum KLH/BPLH Rizal Irawan mengungkap bahwa dari udara tampak pembukaan lahan besar-besaran di sekitar DAS. Dari helikopter terlihat jelas deretan proyek mulai dari PLTA, hutan tanaman industri, aktivitas tambang, hingga kebun sawit.

BACA JUGA:Menimbang Kemampuan Tim Khusus China yang Masuk ke Medan Lumpur Aceh

”Tekanan ini memicu turunnya material kayu dan erosi dalam jumlah besar. Kami akan terus memperluas pengawasan ke Batang Toru, Garoga, dan DAS lain di Sumut,” ungkapnya.

Pekan lalu, Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq ikut melakukan inspeksi udara dan darat di hulu Batang Toru dan Garoga. Tujuannya memastikan penyebab bencana, sekaligus mengukur sejauh mana aktivitas usaha memperbesar risiko banjir dan longsor. Hanif juga menyambangi tiga perusahaan yaitu PT AR, PTPN III, dan PT NSHE.

”Dari peninjauan udara, kami mengidentifikasi sedikitnya tiga sumber utama yang memperparah banjir, yaitu kegiatan hutan tanaman industri, pembangunan listrik tenaga air yang masif, dan aktivitas penambangan emas di DAS Batang Toru. Semua ini memberi kontribusi signifikan terhadap tekanan lingkungan,” tutur Hanif.

Hasil temuan lapangan membuat pemerintah menekan tombol jeda untuk empat perusahaan. Tiga di antaranya PT AR, PTPN III, dan PT NSHE. Penghentian sementara dianggap sebagai rem darurat agar kondisi hidrologi tak makin babak belur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share