Radiasi di Mamuju Gila-gilaan, Tanahnya Kaya Uranium Tapi Jangan Keburu Ngimpi Punya Tambang Nuklir

Radiasi di Mamuju Gila-gilaan, Tanahnya Kaya Uranium Tapi Jangan Keburu Ngimpi Punya Tambang Nuklir

Radiasi alam di Mamuju mencapai 60 kali rata-rata global. Tanahnya kaya uranium dan thorium, namun para peneliti menegaskan belum layak disebut calon tambang nuklir.-Foto: IG @antonchandra-

JAKARTA, PostingNews.id — Peneliti Indonesia lagi penasaran berat kenapa tanah di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, bisa “panas” bukan karena sinar matahari, tapi karena radiasi alam yang gila-gilaan tingginya. Kalau daerah lain radiasinya level wajar, Mamuju ini kayak final boss versi geologi. Tim ahli ITB yang dipimpin Adi Rahmansyah Amir Abdullah dan Sidik Permana turun tangan buat bongkar apa isi tanah Mamuju sampai bikin dunia penelitian melirik.

Sudah lama Mamuju dikenal sebagai salah satu High Natural Background Radiation Area alias kawasan radiasi alam tinggi. Ini bukan label iseng. Laporan global tahun 2025 mencatat radiasi alam di Mamuju sampai 60 kali lipat dari rata-rata dunia. Iya, enam puluh, bukan enam.

Dalam studi terbaru, peneliti ITB dan BRIN mencoba mencari biang kerok di balik angka yang bikin alis naik itu. Mereka menelusuri bagaimana proses alam, kondisi tanah, dan karakter kimia tanah bisa bikin uranium (U), thorium (Th), dan kalium (K) numpuk di permukaan tanah. Judul studinya juga serius banget, Investigating the soil surface properties behind elevated natural radiation in Mamuju, Indonesia.

Para peneliti menulis bahwa berdasarkan sampel lapangan dan analisis geokimia, tingginya radionuklida diatur oleh dua hal utama, yaitu tingkat pelapukan tanah dan proses lateritisasi. Intinya begini, makin lapuk dan makin “berkarat” proses tanahnya, makin gampang unsur radioaktifnya numpuk.

BACA JUGA:Menikah Demi Kekuasaan, Tradisi Lama yang Sudah Lahir dari Romawi

Menurut mereka, tanah dengan pH rendah (alias asam) dan kaya lempung cocok banget buat menahan uranium dan thorium. Sementara kalium sukanya tanah yang lebih basa dan kurang lapuk. Jadi memang beda unsur, beda selera.

Apa sih Lateritisasi itu?

Lateritisasi itu proses ketika batuan dan tanah pelan-pelan berubah karena cuaca, panas, hujan, dan waktu. Hasil akhirnya tanah jadi kemerahan dan kaya zat besi serta aluminium. Nah, kondisi beginilah yang bikin unsur radioaktif betah nempel.

Tanah Mamuju mayoritas berasal dari batuan vulkanik yang sudah lapuk berat. Tes kimia pakai XRF (alat buat baca komposisi tanah) menunjukkan tanahnya penuh aluminium oksida, besi oksida, dan silika. Dengan kata lain, ini tanah “tua” yang sudah lama dihajar cuaca.

pH tanah Mamuju juga bervariasi, dari 4,13 (asam banget) sampai 8,86 (lebih basa), tapi rata-ratanya condong ke asam. Struktur tanahnya pun macam-macam, ada yang 6 persen lempung, ada yang 89 persen. Semakin banyak lempung, biasanya semakin besar kemungkinan radionuklida menumpuk.

BACA JUGA:Ahmad Ali Tegur Kader PSI, Katanya Jangan Manja Lagi Setelah Jokowi Lengser

Konsekuensinya Apa?

Survei lapangan menunjukkan tingkat radiasi di Mamuju bukan cuma lebih tinggi dari rata-rata global, tapi di beberapa titik hampir menyentuh batas aman untuk pekerja industri radiasi. Artinya, kalau titik itu bukan alam bebas tapi pabrik nuklir, para pekerjanya sudah wajib pakai badge dosimeter.

Bahkan dosis radiasi gamma tahunan (AED) sudah melewati ambang publik normal. Dengan kata lain, kalau tinggal di sana, tubuh lo menerima radiasi alam lebih banyak dibanding orang di negara lain yang tinggal normal-normal saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share