KPK Tak Bisa Tangkap Direksi BUMN Korup, Gimana Nih Pak Prabowo?

KPK Tak Bisa Tangkap Direksi BUMN Korup, Gimana Nih Pak Prabowo?

Pemeriksaan KPK-KPK-kpk.go.id

POSTINGNEWS.ID - DPR mengesahkan RUU BUMN menjadi undang-undang. Sayangnya, perubahan isi pada undang-undang ini mengancam KPK tak dapat menangkap direksi BUMN jika terjadi pelanggaran di kemudian hari. Mengapa demikian?

 

DPR RI secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.

 

Rapat pengesahan RUU BUMN ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Dalam memimpin rapat, Dasco meminta persetujuan seluruh fraksi sekaligus para anggota dewan yang hadir.

 

“Kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota. Apakah rancangan undang-undang tentang perubahan ketiga atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Dasco yang diikuti dengan suara ‘setuju’ dari seluruh anggota dewan.

 

BACA JUGA:KPK Amankan Moge Ridwan Kamil: Ada Apa dengan Laporan Kekayaannya?

 

Imbas dari adanya revisi pada UU BUMN ini adalah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam tidak lagi memiliki wewenang untuk menangkap dan memproses hukum direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebelum-sebelumnya banyak bermasalah dengan kasus korupsi itu.

 

Isi UU BUMN yang Mempersempit Ruang Gerak KPK

 

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN (UU BUMN) berlaku pada 24 Februari 2025, terdapat dua pasal penting yang menjadi tantangan KPK yaitu: 

 

  • Pasal 3X Ayat (1) berbunyi "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara". 
  • Pasal 9G berbunyi "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara".

 

Hal ini berlawanan dengan isi dari Undang-Undang KPK yang mengatur bahwa salah satu obyek yang diusut KPK adalah penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.

 

Aturan ini tercantum pada Pasal 11 Ayat (1) UU KPK yang menyatakan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain serta/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

 

BACA JUGA:Megawati Ngulik Pemeriksaan Hasto di KPK: Kamu Siapa Rossa?

 

Dengan adanya perubahan isi UU BUMN ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menghadapi batasan baru dalam menjalankan tugas penindakan terhadap pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). KPK kini tidak bisa lagi menjerat anggota direksi, komisaris, hingga dewan pengawas BUMN yang terlibat korupsi.

 

Tanggapan Pakar 

 

Ancaman KPK tak dapat menindak direksi BUMN berkat UU ini adalah momok menakutkan. Pakar hukum tata negara, akademisi dan aktivis hukum Feri Amsari, setuju dengan hal ini dan menjelaskan bahwa dengan tidak terpenuhinya unsur penyelenggara negara tersebut, jajaran direksi di perusahaan pelat merah akan semakin sulit ditangkap bila melakukan tindak pidana korupsi.

 

"Apalagi, ini ruang penyimpangan besar di perusahaan pelat merah. Pada titik tertentu, akhirnya ada upaya melegalisasi korupsi dengan pasal-pasal seperti ini," kata Feri.

 

Selaras dengan hal ini, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Budi Fresidy, menjelaskan bahwa semestinya mereka yang melakukan korupsi tetap bisa ditangkap oleh aparat penegak hukum.

 

Budi Fresidy juga mengatakan bahwa seharusnya UU BUMN yang baru mengatur soal keputusan bisnis atau business decision yang murni diambil sesuai dengan prosedur dan bisnis koorporasi. Sehingga, para direksi BUMN tidak mudah dijadikan tersangka akibat unsur keputusan bisnis.

 

BACA JUGA:KPK Periksa Windy Idol Lagi Demi Telusuri Kasus Dugaan TPPU Hasbi Hasan

 

Ferdi juga memberikan dukungan bahwa jika direksi BUMN terbukti melakukan tindak pidana korupsi, pihak berwenang seharusnya dapat mengambil tindakan tanpa bergantung pada KPK.

 

"Jika mereka terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menguntungkan diri sendiri, keluarga atau kelompok tertentu, mestinya tetap harus bisa diproses oleh semua aparat penegak hukum atau lembaga yudikatif, tidak mesti KPK," kata Budi saat dihubungi, Senin.

 

KPK Akan Mengkaji Posisinya 

 

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan, pihaknya akan melakukan kajian terhadap substansi UU BUMN yang baru ini. Ia menyebut, kajian ini akan melibatkan Biro Hukum serta Kedeputian Penindakan untuk melihat sejauh mana dampaknya terhadap penegakan hukum oleh KPK.

 

"Tentunya dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK," katanya. 

 

Ia menekankan, kajian tersebut penting untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi tetap bisa dijalankan secara optimal, sesuai dengan semangat reformasi dan komitmen pemerintah untuk meminimalkan kebocoran anggaran.

 

"Jangan sampai ada kesan bahwa BUMN menjadi zona bebas dari pengawasan hukum hanya karena perubahan definisi penyelenggara negara," pungkasnya.

 

Tessa mengatakan, KPK akan mengkaji sejauh mana perubahan aturan tersebut berdampak terhadap kewenangan KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN.

 

"Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani," kata dia. 

 

Tessa Mahardika juga menjelaskan bahwa KPK merupakan pelaksana undang-undang. Maka dari itu, semua sikap yang diambil harus sesuai aturan hukum.

 

"KPK ini kan pelaksana undang-undang. Aturan yang ada tentu harus dijalankan. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum," ujar dia.

 

BACA JUGA:Nahloh! KPK Blokir Akses Bupati Sidoarjo ke Luar Negeri Setelah Resmi Jadi Tersangka

 

Lebih lanjut, Tessa mengatakan, kajian tersebut penting karena berkaitan dengan upaya Presiden Prabowo Subianto untuk meminimalisasi kebocoran anggaran dan memperkuat pemberantasan korupsi.

 

"Nah, KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Bapak Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki. Tentunya hal ini menjadi salah satu concern KPK, ya termasuk salah satunya undang-undang BUMN," ucap Tessa.

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya