Jokowi Main-Main dengan Data Intelijen, BRIN: Penyalahgunaan Kekuasaan

Jokowi Main-Main dengan Data Intelijen, BRIN: Penyalahgunaan Kekuasaan

Jokowi sentil Nadiem-@jokowi-Instagram

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku memiliki data intelijen internal dan pemahaman agenda seluruh partai Politik.
 
BRIN menilai tindakan Jokowi itu berpotensi menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan.
 
Muhamad Haripin, Peneliti dan Koordinator klaster Konflik, Pertahanan, Keamanan PRP BRIN, menganggap penggunaan sumber daya intelijen untuk memantau partai Politik merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang 17 tahun 2011 tentang intelijen Negara.
 
"Mobilisasi intelijen untuk mematai-matai partai Politik adalah penyalahgunaan kekuasaan," kata Haripin, Kamis (21/9) kemarin.
Menurut Haripin, fungsi utama lembaga intelijen adalah mengumpulkan dan menganalisis informasi mengenai ancaman terhadap keamanan negara, bukan untuk mengumpulkan data politik yang berkaitan dengan koalisi atau oposisi politik.
 
"Bukan 'bahan keterangan' koalisi politik atau oposisi politik," tegas Haripin.
 
BRIN telah melakukan penelitian yang mengidentifikasi adanya konflik kepentingan dalam hubungan antara presiden sebagai penerima informasi intelijen dan lembaga intelijen yang mengumpulkan dan menyediakan informasi tersebut.
 
Haripin mengemukakan tiga isu utama yang muncul sebagai akibat dari hubungan yang cenderung politis antara presiden dan intelijen.
Pertama, model pemilihan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) secara politik (political appointment) dan tercantum dalam beleid telah memicu pengawasan yang bersifat politis.
 
Kedua, ketika terjadi kompetisi politik yang ketat atau adanya kelompok oposisi yang kuat, presiden cenderung menggunakan badan intelijen untuk melindungi dirinya dari serangan politik.
 
Ketiga, ketika terjadi kompetisi politik yang tinggi, presiden dapat memanipulasi badan intelijen untuk mempertahankan kekuasaannya, yang berpotensi mengarah pada politisasi lembaga intelijen dan impunitas terhadap aktivitas intelijen yang mendukung kekuasaan presiden.
 
"Presiden dapat memanipulasi badan intelijen untuk bertahan dari serangan oposisi," kata Haripin.
Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa ia memiliki pengetahuan tentang agenda politik dari setiap partai politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 melalui aparat intelijen dari Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, hingga Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
 
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu," ungkap Jokowi.
 
Namun, Jokowi tidak menjelaskan secara rinci informasi apa yang ia ketahui dari partai politik tersebut.
 
Pernyataan Jokowi pun lantas menimbulkan perdebatan.
Selain itu, Jokowi juga menekankan pentingnya suksesi kepemimpinan pada 2024 demi mewujudkan visi Indonesia menjadi negara maju.
 
Menurutnya, analisis dari berbagai lembaga, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), McKinsey, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menunjukkan bahwa Indonesia memiliki waktu terbatas untuk mencapai status negara maju.
 
Presiden berpendapat bahwa hanya ada tiga periode kepemimpinan nasional untuk mencapai tujuan tersebut.
 
Menurut Jokowi, kepemimpinan yang efektif bisa mengubah status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.

BACA JUGA: Intip Harta Kekayaan Anies Baswedan, Kata Najwa Shihab Bacapres 2024 'Paling Miskin'

"Tapi memang kepemimpinan itu sangat menentukan. Itulah yang akan melompatkan kita nanti menjadi negara maju," ucap Jokowi.

Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News

Sumber: