Benarkah Penggunaan Asbes untuk Rumah Dapat Meningkatkan Risiko Kanker Paru?

Benarkah Penggunaan Asbes untuk Rumah Dapat Meningkatkan Risiko Kanker Paru?

Ilustrasi penggunaan asbes--Pexels

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Penggunaan material asbes dalam pembangunan rumah dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi penghuninya.

Ketua Tim Pokja Onkologi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Sita Laksmi Andriani Ph.D Sp.P (K), mengungkapkan bahwa material asbes memiliki sifat karsinogenik yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru.

"Asbes adalah faktor karsinogen yang tinggi selain rokok. Asbes merupakan bagian dari silika. Paparan terhadap asbes dapat menyebabkan radang dan proses karsinogenesis secara langsung," ungkap Sita saat berada di acara diskusi kesehatan konsensus nasional kanker paru di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2023.

BACA JUGA:Jasa Raharja Tolak Tunjangan Kesehatan Bagi Korban Tabrakan di Lenteng Agung

Sita menjelaskan bahwa menurut International Agency for Research of Cancer (IARC), bahan asbes memiliki sifat karsinogenik dan dapat mempercepat radang serta proses pembentukan kanker yang lebih dominan.

Oleh karena itu, penggunaan bahan bangunan asbes seharusnya dilarang dalam pembuatan rumah agar dapat menghindari faktor risiko kanker paru di masa depan.

"Saat ini, di luar negeri, penggunaan bahan bangunan asbes sudah dilarang, namun di Indonesia belum. Pembongkaran dan renovasi bahan bangunan asbes juga harus dilakukan dengan hati-hati," tambahnya.

Selain itu, pekerjaan yang melibatkan paparan debu kayu, debu penambangan batu bara, pabrik semen, dan pabrik kaca juga dapat meningkatkan risiko kanker paru dengan angka yang cukup tinggi, yaitu 34 dari 100.000 penduduk.

BACA JUGA:10 Tips Menjaga Kesehatan Ditengah Maraknya Kasus Polusi Udara!

Paparan polusi udara juga menjadi faktor risiko lainnya. Jika seseorang memiliki faktor risiko tersebut, disarankan untuk melakukan skrining secara dini agar angka kelangsungan hidup dapat meningkat hingga lima tahun.

Selain itu, dengan melakukan skrining atau deteksi dini kanker paru, angka pembiayaan yang dibutuhkan akan lebih rendah dibandingkan dengan stadium 3 atau 4.

Hal ini tidak hanya berdampak pada pasien, tetapi juga pada keluarga sebagai pengasuh.

Prevalensi perokok dan kanker pada orang yang bukan perokok di Asia juga sangat tinggi, sehingga meningkatkan upaya diagnosis awal bersamaan dengan deteksi tuberkulosis (TB) dan upaya berhenti merokok.

BACA JUGA:Benarkah Konsumsi Air Hangat Bisa Memberikan Pengaruh Positif Untuk Kesehatan?

Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News

Sumber: