Gakkum Kemenhut Telusuri Perusak Hutan di Tapanuli, 12 Pihak Masuk Radar usai Banjir Besar

Sabtu 06-12-2025,18:12 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan akhirnya membuka kacamata lebih lebar setelah banjir dan longsor besar meluluhlantakkan kawasan Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Di balik lumpur dan kayu yang berserakan, ada jejak aktivitas manusia yang tidak beres. Setidaknya, begitu dugaan awal dari penyelidikan yang kini mengarah pada 12 subjek hukum yang diduga merusak kawasan hulu.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan bahwa timnya telah memetakan faktor penyebab kerusakan lingkungan di wilayah hulu daerah aliran sungai. 

Temuan awal ini diyakini ikut memperparah bencana yang kemudian menerjang daerah hilir. Banjir memang datang dari langit, tetapi kerusakan lingkungan datang dari tangan manusia, dan kombinasi keduanya membuat bencana jadi jauh lebih galak.

Menurut Dwi, analisis awal yang sudah diverifikasi langsung di lapangan menunjukkan pola yang mengkhawatirkan. Selain curah hujan ekstrem, ada indikasi kerusakan lingkungan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan yang membentang dari Tapanuli Utara hingga Tapanuli Selatan. 

BACA JUGA:Pemerintah Mulai Korek Izin Tambang di Sumatra setelah Banjir Meluas, Bahlil Bidik 23 IUP

Tutupan hutan yang seharusnya menjadi spons alami rupa-rupanya sudah koyak sehingga kemampuan tanah menyerap air menurun drastis. Hujan yang sedikit saja sudah cukup bikin sungai naik pitam, apalagi yang ekstrem.

Kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS membuat air lebih cepat berubah menjadi aliran permukaan yang menghantam rumah warga di bawah. Material kayu yang hanyut memperkuat dugaan bahwa ada aktivitas pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan. Jejak kayu itu berbicara lebih lantang daripada laporan kertas.

“Kami melihat pola yang jelas: di mana ada kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal, di situ potensi bencana di hilir meningkat drastis” kata Dwi dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu 6 Desember 2025.

Ia juga menjelaskan bahwa aktivitas pemegang hak atas tanah atau PHAT yang seharusnya legal diduga diselewengkan menjadi kedok pembalakan liar yang merembet masuk ke kawasan hutan negara. “Ini adalah kejahatan luar biasa yang mengorbankan keselamatan rakyat” ujar Dwi.

BACA JUGA:Kayu Gelondongan Berserakan di Lokasi Banjir Sumatra, Pakar IPB Bilang Ada Jejak Tangan Manusia

Dengan temuan awal itu, Ditjen Gakkum Kehutanan membentuk tim gabungan untuk mengumpulkan bahan dan keterangan terkait dugaan aktivitas perusakan hutan. Dari identifikasi awal, 12 subjek hukum, baik korporasi maupun perorangan, terindikasi memiliki kaitan dengan hilangnya tutupan hutan di hulu. Medan yang sulit, cuaca yang murung, dan logistik yang terbatas menjadi tantangan, tetapi tim tetap melanjutkan verifikasi lapangan secara simultan.

Sejak 4 Desember 2025, tim mulai memasang papan larangan pada lima lokasi yang dianggap bermasalah. Dua titik berada di area konsesi PT TPL, sedangkan tiga titik lainnya berada pada tanah PHAT milik JAM, AR, dan DP. Pada saat bersamaan, Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Balai Gakkum Sumatera juga tengah menyidik dugaan tindak pidana kehutanan oleh pemilik lahan atas nama JAM setelah ditemukan empat truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah atau SKSHH KB.

Atas kasus tersebut, PPNS menerapkan ketentuan Pasal 83 ayat 1 huruf b juncto Pasal 12 huruf e Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya tidak main-main, maksimum lima tahun penjara dengan denda maksimum Rp 2,5 miliar.

Dwi menegaskan bahwa 12 subjek hukum itu akan dipanggil pada Selasa 9 Desember 2025 untuk pemeriksaan mendalam. “Tim di lapangan telah melakukan penyegelan lokasi-lokasi yang terindikasi melakukan aktivitas ilegal” kata dia.

BACA JUGA:Ilmuwan Temukan Ragi Gendut sebagai Calon Pengganti Minyak Sawit, Janjinya Bisa Selamatkan Hutan

Kategori :