POSTINGNEWS.ID — Putusan Mahkamah Konstitusi tentang larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil langsung memantik perhatian akademisi.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menegaskan bahwa keputusan tersebut berlaku serta-merta begitu diucapkan dalam sidang MK.
Menurut Susi, konsekuensi putusan itu sangat jelas: seluruh polisi aktif yang menduduki jabatan sipil harus segera mengundurkan diri.
BACA JUGA:PSI: Mantan Presiden Lain Bebas Berpolitik, Kok Cuma Jokowi yang Diributin
Ia menilai tidak ada alasan untuk menunda pelaksanaan keputusan itu karena MK tidak memberi ruang masa transisi.
“Itu kan sudah dinyatakan inkonstitusional maka konsekuensinya adalah bahwa putusan itu meskipun itu berlaku ke depan, kan ini sudah begitu banyak, kalau buat saya, ya, mereka harus mundur, mereka harus pilih,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa putusan dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tidak mencantumkan ketentuan mengenai jeda waktu.
BACA JUGA:Lagi Kehimpit Rutinitas? Ini 5 Cara Anti-Stres Biar Mental Tetap Waras Meski Hidup Super Sibuk!
Karena itu, menurutnya, putusan otomatis mengikat pada saat dibacakan. Susi menyebut penegakan serta-merta adalah bagian dari pemulihan terhadap kerugian konstitusional yang dialami pemohon dalam perkara tersebut.
“Jadi, kalau buat saya, ya, sebaiknya mereka mundur begitu keluar putusan MK,” tambahnya. Menurut Susi, pemulihan kerugian konstitusional adalah inti dari setiap putusan MK. Karena itu, penundaan hanya akan membuat pemohon kembali dirugikan secara hukum maupun administratif.
Ia juga menjelaskan bahwa perkara uji materi di MK umumnya membawa kepentingan publik yang lebih besar ketimbang perkara perdata atau pidana.
Oleh karena itu, implementasi putusan tidak boleh setengah-setengah. MK, ujarnya, selalu memutus berdasarkan asas perlindungan konstitusional yang menjadi pondasi sistem hukum nasional.
BACA JUGA:Putusan MK Terkait Polisi, Bambang Rukminto: Ujian Untuk Komite Reformasi Polri
“Buat saya itu harusnya serta merta. Kalau misalkan tidak serta merta, terus apa remedy-nya buat pemohon?” tegas Susi. Ia menilai kepastian hukum justru akan terganggu bila pejabat terkait tidak segera melakukan penyesuaian posisi sesuai putusan MK tersebut.
Putusan MK itu secara tegas menghapus frasa yang selama ini menjadi alasan penempatan polisi aktif dalam jabatan sipil.
Ketentuan sebelumnya dianggap membuka celah multitafsir yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengaburkan batas antara ranah sipil dan institusi kepolisian. Aturan itu dinilai merugikan warga negara.
BACA JUGA:Ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan, Bahlil: Sana Salat Dulu Kalau Masih Kesel
Melalui putusan itu, MK menegaskan bahwa semua anggota Polri yang hendak menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu.
Tidak ada lagi ruang bagi penugasan langsung Kapolri seperti yang selama ini terjadi. MK menilai model sebelumnya bertentangan dengan struktur ketatanegaraan yang telah diatur dalam UUD 1945.
Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan menyatakan, “Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.” Amar itu kemudian langsung mengikat dan berlaku.
Dengan penegasan itu, publik kini menantikan langkah pemerintah maupun institusi Polri dalam menindaklanjuti putusan MK.
Bagi Prof. Susi, pelaksanaan cepat adalah bentuk penghormatan terhadap konstitusi sekaligus cara memastikan supremasi hukum tetap terjaga.*