JAKARTA, PostingNews.id – Hasil riset komunikasi publik terbaru memperlihatkan peta panas perhatian publik terhadap para pejabat kementerian selama sebulan terakhir. Dari sekian banyak nama yang berseliweran di linimasa dan media nasional, dua sosok menonjol dengan gaya berbeda.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang kerap tampil santai namun tegas bicara anggaran, muncul sebagai tokoh paling sering disebut, sementara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) unggul dalam urusan citra positif.
Data riset menunjukkan Purbaya mencatat 65.667 kali penyebutan di media sosial, menjadikannya menteri paling sering diperbincangkan. Meski sebagian besar berasal dari diskusi daring—dari pujian soal kinerja hingga perdebatan tentang kebijakan, ia tetap menjadi magnet perhatian publik.
Sementara itu, AHY menempati posisi atas untuk sentimen positif, dengan 59 persen persepsi publik berpihak kepadanya. Di tengah turbulensi politik dan dinamika kabinet, capaian ini dinilai menunjukkan kemampuannya menjaga komunikasi publik tetap elegan dan efektif.
BACA JUGA:Bahlil Dapat Nilai Terendah dari Celios, Golkar: Survei Lain Katanya Bagus Kok
Sebaliknya, Aris Marsudiyanto berada di posisi paling sunyi. Dalam periode yang sama, namanya hanya muncul tiga kali di media nasional, dan jika digabung dengan media sosial totalnya hanya 81 kali. Nyaris tak terdengar, seolah keberadaannya di kabinet belum terlalu membekas di telinga publik.
Peneliti komunikasi publik Dr. Tonton Taufik Rachman, ST, MBA, yang memimpin riset ini, menjelaskan bahwa eksposur di media bukan sekadar urusan popularitas, tapi bagian dari strategi komunikasi politik.
"Kehadiran di ruang digital bukan sekadar formalitas. Popularitas di media, baik nasional maupun media sosial, merupakan cerminan efektivitas strategi komunikasi seorang tokoh. Mereka yang minim peliputan perlu lebih proaktif, misalnya dengan membuka akses informasi kepada media,” ujar Tonton.
Riset ini dilakukan oleh PT Media Promosi Online, lembaga yang kerap mengamati arah opini publik dan cara pejabat mengelola narasi digitalnya. Dari temuan mereka, pejabat yang aktif membangun komunikasi terbuka cenderung memiliki persepsi publik yang lebih positif.
BACA JUGA:Hasil Survei Celios, Bahlil Dapat Nilai Minus Paling Dalam di Kabinet Prabowo–Gibran
Tonton menambahkan bahwa meningkatkan keterlihatan publik tidak melulu soal tampil di depan kamera. Ia menilai pentingnya mengisi ruang pemberitaan dengan substansi yang kuat agar publik merasa terhubung.
"Menyampaikan program kerja, klarifikasi isu, sekaligus membentuk opini publik yang konstruktif akan membantu mencegah kesenjangan informasi,” kata dia.
Riset ini pada akhirnya mengingatkan bahwa di era digital, diam terlalu lama bisa lebih berisiko daripada salah bicara. Yang aktif bisa mengendalikan narasi, sedangkan yang pasif hanya akan jadi catatan kaki di berita orang lain.