Putusan itu dibacakan hakim Mayor Chk (K) Endah Wulandari. Lubis, lewat pengacaranya Kapten Chk Fadly Yahri Sitorus, bilang pikir-pikir. Oditurat Palembang juga ikut pikir-pikir. Sementara publik cuma menggeleng, bertanya-tanya bagaimana seragam loreng bisa berubah jadi seragam tahanan.
Vonis Mati Perdana di Meja Hijau Militer Palembang
Di balik toga dan palu sidang, ada sejarah yang baru ditorehkan. Fredy, sang Kepala Pengadilan Militer Palembang, berdiri di depan wartawan dengan nada tegas bahwa hukuman mati untuk Bazarsah adalah debut perdana di panggung peradilan militer Palembang.
Bukan karena dendam, tapi karena rangkaian dosa yang dia kumpulkan seperti kolektor barang antik—pembunuhan, senjata api ilegal, amunisi terlarang, sampai judi sebagai sumber cuan.
”Hasil persidangan ini untuk penegakan hukum ke depan, kami harap ini menjadi pembelajaran untuk masyarakat luas,” ujar Fredy. Pesan yang jelas: ini bukan cuma hukuman untuk satu orang, tapi sinyal peringatan keras bagi siapa pun yang berpikir seragam loreng bisa jadi lisensi kebal hukum.
Dari kubu korban, Tim Hotman 911 yang diwakili Putri Maya Rumanti menyambut vonis ini seperti angin segar di tengah musim kemarau. Sejak awal, mereka mengincar hukuman paling berat. Alasannya adalah Bazarsah bukan hanya membunuh tiga polisi Lampung, tapi membunuh simbol kehormatan aparat negara.
BACA JUGA:Buruan Checkout! Watsons Gelar Promo 8.8 Shopathon, Diskon Gila-Gilaan Hingga 70% Buat Bunda-Bunda!
BACA JUGA:Sidang Uji Formil UU TNI: Drama Babak Akhir, Nyali MK Bakal Diuji
"Vonis hukuman mati terhadap Bazarsah sangat melegakan hati para keluarga korban… Semoga Oditurat Militer Palembang bisa mengawal keputusan itu agar tidak berubah,” kata Putri.
Di balik naskah hukum, ada kisah pilu yang bikin dada sesak. Anak-anak yang mendadak yatim, istri-istri yang kini janda, dan orangtua yang kehilangan anak kebanggaan.
Trauma itu masih menghantui. Dan untuk Sasnia, istri Lusiyanto, keadilan yang ditegakkan bukan berarti dendam dilunasi. ”Kami puas dengan vonis mati untuk Bazarsah. Rasa puas ini bukan berarti kami ingin balas dendam terhadap Bazarsah, melainkan puas karena keadilan dijunjung tinggi dalam persidangan ini,” ujarnya.
Namun, euforia itu sedikit tergores saat membahas vonis Peltu Lubis. Hanya 3,5 tahun penjara plus dipecat, lebih ringan dari tuntutan. Putri mengaku kecewa, tapi tetap menganggap pemecatan itu hukuman moral yang pantas.
BACA JUGA:Bupati Pati Sudewo Jadi Musuh Bersama di Algoritma Google
BACA JUGA:Jenderal Tandyo, Wakil Panglima TNI yang Datang Senyap, Siap Main di Panggung Tertinggi
"Walau tidak terlibat langsung… Peltu Lubis juga harus bertanggung jawab. Pemecatan adalah bentuk pertanggungjawaban yang adil untuk Peltu Lubis,” pungkasnya.
Palembang pun menutup sidang dengan catatan tebal. Untuk pertama kalinya, palu hakim militer memutuskan mati bagi seorang prajurit. Pertanyaannya apakah ini bab terakhir atau justru pembuka drama hukum baru di tingkat banding?