Namun, kata “dapat” menunjukkan bahwa prosesnya tidak otomatis, melainkan bersifat selektif dan melalui tahapan yang cukup panjang.
Proses penetapan tanah terlantar ini dimulai dengan pemberitahuan evaluasi kepada pemilik lahan.
Setelahnya, ada masa tunggu selama 180 hari untuk memberikan kesempatan kepada pemilik agar dapat memanfaatkan kembali tanah tersebut.
Jika tetap tidak ada tindak lanjut, maka pemerintah akan mengeluarkan surat peringatan secara bertahap, dimulai dari SP1 selama 90 hari, SP2 selama 60 hari, dan SP3 selama 45 hari.
BACA JUGA:Mengenal Efektivitas Tempuyung, Peluruh Batu Ginjal Kaya Antioksidan Hingga Anti Radang
Dengan demikian, proses keseluruhan memerlukan waktu hingga 587 hari sebelum akhirnya pemerintah menetapkan lahan tersebut sebagai tanah terlantar.
Jika tanah telah resmi ditetapkan sebagai tanah terlantar, maka lahan tersebut akan dialihkan ke Bank Tanah.
Nantinya, lahan ini akan digunakan sebagai Tanah Cadangan untuk Negara (TCUN) dan dapat dimanfaatkan untuk mendukung proyek-proyek strategis nasional seperti ketahanan pangan, energi, maupun hilirisasi industri.
Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang dan lahan yang selama ini terbengkalai, bukan untuk merugikan rakyat kecil.
BACA JUGA:Pelindo Multi Terminal Branch Bumiharjo Terima Penghargaan Kecelakaan Nihil
Langkah pemerintah ini sekaligus menjadi sinyal penting agar pemilik lahan tidak membiarkan asetnya terbengkalai.
Pengelolaan lahan yang optimal diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan pembangunan nasional.
Masyarakat pun diimbau untuk memahami kebijakan ini secara utuh dan tidak terburu-buru menilai negatif.
Dengan prosedur yang transparan dan akuntabel, pemerintah berharap kebijakan ini membawa manfaat bagi semua pihak.