“Contohnya, analisis kemometrik seperti principal component analysis digunakan untuk membedakan ekstrak tempuyung dari daerah dataran rendah versus tinggi berdasarkan profil LC-MS/MS. Ini membantu menjaga reproducibility produk,” ujarnya.
Analisis metabolomik yang menyeluruh menggunakan LC-MS atau NMR juga dapat memantau biomarker dan menghasilkan chemical fingerprint yang digunakan sebagai standar mutu.
Ia juga menyoroti pentingnya metode analisis sederhana namun efektif untuk menghindari pemalsuan bahan baku herbal.
Spektroskopi FTIR yang dikombinasikan dengan kemometrik mampu mendeteksi keaslian bahan tanpa merusak sampel.
Sementara itu, kromatografi lapis tipis-densitometri berguna untuk mendeteksi flavonoid penanda seperti luteolin.
“Dengan potensi besar yang dimilikinya, tempuyung masih memerlukan dukungan riset mendalam, standardisasi menyeluruh, serta validasi klinis yang kuat agar dapat berkembang menjadi fitofarmaka andalan Indonesia,” tutupnya.