JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Pilpres 2024 diprediksi akan berlangsung dalam dua putaran.
Hal itu disebabkan oleh peta elektoral yang masih terpecah di antara tiga kandidat calon presiden terkuat, dan belum ada kandidat yang benar-benar unggul, menurut penelitian dari sejumlah lembaga survei.
Hasil survei beberapa lembaga menunjukkan tiga nama dengan elektabilitas tertinggi, yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Prabowo Subianto memiliki elektabilitas paling tinggi di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Di antara responden NU, 36,2 persen memilih Prabowo, 35,5 persen memilih Ganjar Pranowo, dan 17,9 persen memilih Anies Baswedan.
"Di (kalangan) NU, Prabowo bersaing dengan Pak Ganjar, meskipun unggul tipis," ungkap Peneliti LSI Denny JA Ardian Sopa Selasa (19/9) lalu.
Akan tetapi, di kalangan responden Muhammadiyah, Anies Baswedan memiliki elektabilitas tertinggi dengan perolehan suara 45,2 persen, sementara Ganjar mendapatkan 33 persen, dan Prabowo 20,8 persen.
"Di Muhammadiyah, Pak Anies yang unggul dibandingkan Ganjar maupun Prabowo," lanjut Ardian.
BACA JUGA: PDIP Larang Satu Keluarga Beda Partai, Begini Nasib Jokowi dan Gibran Jika Kaesang Gabung PSI
Survei ini juga mengungkapkan bahwa mayoritas pemilih dari ormas Islam lainnya memilih Prabowo, sebanyak 29,8 persen, sedangkan yang memilih Anies 19,9 persen, dan Ganjar 14,5 persen.
Dari kalangan pemilih non-ormas Islam, Prabowo juga memiliki elektabilitas tertinggi dengan raihan suara 43,1 persen, diikuti oleh Ganjar 35,8 persen, dan Anies 18,2 persen.
Survei LSI Denny JA dilakukan pada tanggal 1-8 Agustus 2023, melibatkan 1.200 responden di seluruh Indonesia.
Sampel survei dipilih menggunakan metode multi-stage random sampling, dengan pengambilan data yang dilakukan melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner.
Survei ini memiliki margin of error sekitar 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Menurunnya Elektabilitas Anies Baswedan
Menariknya, elektabilitas Anies Baswedan disebut terus menurun dalam enam bulan terakhir, sementara Prabowo mengalami peningkatan.
Hasil survei dari Saiful Munjani Research & Consultant (SMRC) menunjukkan bahwa dukungan untuk Anies sempat mencapai 28,1 persen pada Desember 2022, sebanding dengan Prabowo.
Namun, pada awal Mei 2023, elektabilitas Anies turun menjadi 19,7 persen.
Survei dari Indikator Politik juga mencatat bahwa elektabilitas Anies sempat mencapai 28,4 persen pada Oktober 2022, berada di bawah Ganjar dan di atas Prabowo.
Namun, pada Mei 2023, elektabilitas Anies merosot menjadi 21,8 persen, sementara Prabowo melonjak hingga 34,8 persen, sedikit mengungguli Ganjar yang mendapatkan 34,4 persen.
Direktur riset SMRC, Deni Irvani, dan peneliti dari Indikator Politik, Bawono Kumoro, menyatakan bahwa basis pemilih Anies dan Prabowo cenderung tumpang tindih, dan Anies sempat mendapatkan dukungan dari pendukung Prabowo.
Namun, situasinya berbalik beberapa bulan belakangan ini, di mana Prabowo berhasil "mengembalikan" pendukungnya.
Sementara itu, Anies, yang mengusung gagasan "perubahan" dan menjadi lawan dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), dianggap belum berhasil memperluas basis pemilihnya. Mengapa demikian?
Modal Awal Anies
Awalnya, Anies memiliki modal kuat dalam bentuk pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi atau yang kecewa dengan Prabowo yang bergabung dengan kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan setelah kalah dalam Pilpres 2019.
Pada suatu waktu, elektabilitas Anies cukup tinggi dan dianggap sebagai calon yang menjanjikan, terutama ketika Partai Nasdem mendeklarasikannya sebagai calon presiden.
"Sementara pada waktu itu, Prabowo tren elektabilitasnya terus menurun," ungkap Bawono.
Pada saat itu, Prabowo belum aktif bergerak untuk Pilpres 2024.
Beberapa pemilih yang sebelumnya mendukung Prabowo pun mulai mempertimbangkan Anies sebagai alternatif.
Namun, situasinya berubah ketika Prabowo aktif dalam politik lagi dan berhasil "menggiring" kembali pendukungnya.
Kendekatan Prabowo dengan Jokowi juga meningkatkan elektabilitas Prabowo, karena dia mulai mendapatkan dukungan dari pemilih Jokowi yang puas dengan pemerintahannya.
BACA JUGA: PDIP Larang Satu Keluarga Beda Partai, Begini Nasib Jokowi dan Gibran Jika Kaesang Gabung PSI
Sejumlah relawan Jokowi bahkan menyatakan dukungannya untuk Prabowo dalam Pilpres 2024.
Anies dan Prabowo juga memiliki basis pemilih yang kuat di kalangan pemilih Islam, tetapi survei menunjukkan bahwa elektabilitas keduanya cukup merata di kalangan pemilih muslim.
Jal ini menunjukkan bahwa basis pemilih muslim tidak menjadi faktor penentu dalam memilih di Pilpres 2024.
Strategi Anies sebagai "antitesa" terhadap Jokowi juga dinilai kurang efektif karena tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi cukup tinggi.
Ketika mayoritas publik puas, munculnya sosok yang mengusung perubahan menjadi kurang relevan.
Perubahan yang Diusung Anies
Meskipun Anies dianggap sebagai pengusung perubahan, strateginya belum berhasil menarik lebih banyak pemilih karena tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi relatif tinggi.
Survei menunjukkan bahwa publik cenderung puas dengan kinerja Jokowi, yang mencapai angka tertinggi selama masa jabatannya.
Menurut Bawono Kumoro, peneliti dari Indikator Politik, strategi Anies yang menjadi "antitesa" Jokowi belum berhasil memperluas basis pemilihnya.
Dalam situasi di mana sebagian besar publik puas, sulit bagi pemilih untuk mendukung sosok yang mengusung perubahan.
Anies juga disebut belum berhasil memperkuat basis pemilihnya dari pendukung Prabowo.
Sebaliknya, Prabowo berhasil "mengembalikan" pendukungnya yang sebelumnya kecewa dengannya.
Dukungan Jokowi sebagai Faktor Pengaruh
Selain itu, dukungan dari Jokowi juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi elektabilitas kandidat.
Meskipun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengklaim bahwa Jokowi "mendukung penuh" Ganjar sebagai calon wakil presiden, hubungan baik antara Jokowi dan Prabowo telah menciptakan persepsi yang menguntungkan Prabowo.
Beberapa relawan Jokowi bahkan menyatakan dukungan untuk Prabowo dalam Pilpres 2024.
Prabowo berhasil menarik pendukungnya yang sebelumnya kecewa dengan Jokowi kembali ke kubu Prabowo.
Ini menunjukkan bahwa Prabowo mampu bermain di dua pasar pemilih, dengan mensolidkan pemilih lamanya dan mencuri simpati dari pemilih Jokowi yang puas dengan pemerintahannya.
BACA JUGA: PDIP Larang Satu Keluarga Beda Partai, Begini Nasib Jokowi dan Gibran Jika Kaesang Gabung PSI
Prediksi Pilpres 2024 Dalam Dua Putaran
Berdasarkan peta elektoral yang terlihat sejauh ini, baik SMRC maupun Indikator Politik memprediksi bahwa Pilpres 2024 akan berlangsung dalam dua putaran jika Ganjar, Prabowo, dan Anies benar-benar maju sebagai kandidat sah.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa hingga saat ini belum ada kandidat yang elektabilitasnya mencapai angka 39 persen, sehingga pertarungan suara akan sangat kompetitif.
Dalam skenario di mana ketiga kandidat tersebut maju, SMRC memperkirakan Pilpres putaran kedua akan menjadi pertarungan antara Ganjar dan Prabowo.
Anies diperkirakan akan gugur pada putaran pertama jika strategi "perubahan" yang diusungnya tidak berhasil menarik pemilih di saat tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi tinggi.
Evaluasi Tim Anies
Jafar Sidik, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemenangan Pemilu DPP Nasdem (partai pengusung Anies), menganggap hasil survei sebagai "evaluasi" bagi Anies dan koalisi partai pendukungnya.
Dia menyatakan bahwa hasil survei tersebut akan digunakan untuk merancang kampanye yang lebih masif.
"Kami akan memasifkan pertemuan dengan masyarakat," ucap Jafar.
Jafar juga mencatat bahwa suara yang terpecah antara Prabowo dan Anies harus dilihat dengan lebih cermat karena keduanya memiliki segmen pemilih yang berbeda.
Meskipun pemilih puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi, Jafar menyatakan bahwa "setiap pemerintahan baru harus menawarkan perubahan."
Dia menekankan pentingnya mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang akan diatasi oleh Anies jika terpilih sebagai presiden.
Kategori :