Soal Polisi Masuk Jabatan Sipil, Mahfud MD Minta Prabowo dan Kementerian Terkait Turun Tangan
Mahfud MD menilai Perpol polisi duduki jabatan sipil cacat hukum dan meminta Presiden Prabowo serta kementerian terkait turun tangan.-Foto: Tangkapan layar YouTube Mahfud MD Official-
JAKARTA, PostingNews.id — Menko Polhukam Mahfud MD ikut nimbrung dalam perdebatan perihal Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025. Sikapnya jelas sejak awal. Ia menilai aturan yang membuka jalan bagi anggota Polri menduduki jabatan sipil atau aparatur sipil negara berdiri di atas landasan hukum yang rapuh. Bahkan, menurut Mahfud, aturan itu bukan sekadar keliru, tapi sudah menabrak pagar substansi sekaligus struktur perundang-undangan.
Mahfud menempatkan persoalan ini sebagai isu serius, bukan perkara teknis administrasi. Baginya, penempatan polisi di jabatan sipil adalah urusan prinsip yang seharusnya hanya bisa diatur lewat Undang-Undang. Bukan lewat aturan internal yang kedudukannya jauh di bawah.
“Kita katakan tidak boleh karena menabrak substansi dan menabrak struktur, kenapa? Karena peraturan kepolisian Republik Indonesia ini materinya tuh jelas menurut UU ASN pasal 19 ayat 3 itu hanya bisa diatur di dalam UU tentang Polri,” ujar Mahfud MD dalam podcast Terus Terang di kanal YouTube pribadinya, dikutip Selasa 16 Desember 2025.
Untuk menjelaskan duduk perkara, Mahfud menarik benang ke Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Ia mengakui ada celah tafsir dalam penjelasan Pasal 28 ayat 3 yang menyebut frasa jabatan yang memiliki sangkut paut dengan kepolisian. Namun, menurutnya, celah itu tidak bisa dibaca sembarangan. Apalagi Mahkamah Konstitusi sudah lebih dulu menutup ruang tafsir liar lewat Putusan MK Nomor 114.
BACA JUGA:Surat Mualem ke PBB Dipersoalkan, Wakil Aceh di DPR Minta Pusat Lebih Legowo
Putusan tersebut, kata Mahfud, memberi batas tegas bahwa sekalipun sebuah jabatan dianggap berkaitan dengan kepolisian, mekanisme pengaturannya tetap harus lewat Undang-Undang. Bukan lewat Perpol.
“Seumpama dianggap mempunyai sangkut paut pun itu harus tetap diatur dengan Undang-Undang, satu. Tak bisa dengan peraturan Kepolisian Republik Indonesia, seumpama yang 17 itu dianggap punya sangkut paut, itu harus tetap dengan Undang-undang, seperti halnya Undang-Undang TNI,” ungkapnya.
Di titik ini, Mahfud menekankan kunci persoalan ada pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, khususnya Pasal 19 ayat 3. Pasal tersebut secara terang menyebut bahwa pengisian jabatan ASN oleh Polri harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Polri. Bagi Mahfud, hierarki hukum tak bisa ditawar. Karena Perpol berada di bawah Undang-Undang, maka aturan tersebut otomatis cacat sejak lahir.
Masalahnya, aturan itu sudah telanjur terbit. Mahfud pun tidak berhenti di kritik. Ia menawarkan jalan keluar yang menurutnya paling realistis. Ia justru tidak menyarankan jalur uji materi ke Mahkamah Agung. Alasannya sederhana, ia pesimistis langkah itu akan efektif.
Pilihan yang ia anggap paling masuk akal adalah executive review atau peninjauan kembali oleh eksekutif. Menurut Mahfud, pintu ini masih terbuka dan bisa ditempuh tanpa harus menunggu kegaduhan hukum berkepanjangan.
Ada dua jalur yang bisa dipakai. Pertama, kementerian terkait tidak perlu mengundangkan aturan tersebut atau mencabut pengundangannya dari berita negara. Kedua, Presiden bisa langsung mengambil alih lewat langkah administratif.
Mahfud menjelaskan, jika dibiarkan, kekacauan tata hukum akan menjadi preseden buruk.
“Executive review aja, kalau ke yudicial review susah, legeislatif review ini belum masuk ke DPR kan, kalau masuk ke Perpu nanti kan bisa jadi Undang-Undang, kalau mau tertib hukum, kalau enggak hancur-hancuran ya sudah besok akan terjadi lagi terhadap pemerintah lain dan pejabat lain. Jadi saya tidak menyarankan ke MA,” ucap Mahfud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News