Melihat Hantu Itu Nyata atau Cuma Ulah Otak? Ini yang Sebenarnya Terjadi Menurut Sains

Melihat Hantu Itu Nyata atau Cuma Ulah Otak? Ini yang Sebenarnya Terjadi Menurut Sains

Fenomena melihat hantu dijelaskan lewat sains. Dari halusinasi, kelumpuhan tidur, hingga cara otak menafsirkan rasa takut.-Foto: Dok. Cerita Rakyat-

BACA JUGA:Dunia Game Berduka, Masayuki Uemura Bapak Video Game Nintendo Wafat

French menjelaskan bahwa bagi orang yang belum pernah mendengar istilah kelumpuhan tidur, pengalaman ini sangat mudah ditafsirkan sebagai peristiwa gaib. Sensasi tertekan, sulit bernapas, dan bayangan gelap yang terasa hadir di ruangan membuat kesimpulan supranatural terasa masuk akal.

Menariknya, sosok yang dirasakan saat kelumpuhan tidur jarang menyerupai gambaran hantu dalam film. Biasanya hanya berupa bayangan gelap di sudut ruangan atau sosok samar tanpa bentuk jelas. Gambaran hantu sebagai manusia transparan yang utuh, seperti di layar lebar, justru hanya muncul dalam sebagian kecil laporan pengalaman paranormal.

Penelusuran tentang hantu juga dilakukan Johannes Dillinger, profesor sejarah modern awal di Oxford Brookes University, Inggris. Ia meneliti bagaimana masyarakat Barat memaknai hantu selama berabad-abad. Dari risetnya, Dillinger menemukan bahwa gangguan yang paling sering dilaporkan bukanlah penampakan sosok, melainkan aktivitas poltergeist yang tak terlihat.

“Selama berabad-abad, banyak hantu hanyalah poltergeist, mereka tetap tak terlihat sepanjang waktu,” kata Dillinger, seperti dikutip dari Live Science. “Kita hanya mengira mereka ada karena mendengar suara-suara aneh, biasanya di malam hari, yang sulit dijelaskan.”

BACA JUGA:Korban Banjir dan Longsor Sumatera Tembus 1.006 Jiwa, BNPB Terus Upayakan Pemulihan Wilayah

Menurut Dillinger, sebelum tahun 1800, hantu diyakini memiliki urusan yang belum selesai dalam arti yang sangat konkret. Mereka dianggap ingin menyampaikan pesan, meminta orang hidup menemukan harta yang tersembunyi, atau menginginkan sesuatu yang belum terpenuhi semasa hidupnya.

Pandangan ini mulai bergeser pada abad ke-19, seiring berkembangnya spiritualisme. Hantu tidak lagi semata-mata dilihat sebagai makhluk yang menuntut sesuatu, melainkan sebagai roh yang bisa diajak berkomunikasi. Di titik ini, relasi manusia dengan hantu menjadi lebih personal.

Dillinger mencatat adanya perubahan arah keyakinan. Jika sebelumnya hantu digambarkan mengejar orang hidup demi kepentingannya sendiri, maka kemudian orang hidup justru mencari penghiburan dari mereka yang telah meninggal. Hantu menjadi tempat menumpahkan rindu, penyesalan, atau harapan yang tak sempat terucap.

Meski makna dan tafsir tentang hantu terus berubah dari masa ke masa, satu hal tetap bertahan. Bagi banyak orang, hantu masih menjadi jawaban paling mudah untuk menjelaskan suara-suara misterius yang muncul dalam gelapnya malam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share