Geng UGM Menyeru PBNU Agar Kembali ke Jalan Teduh, Bukan Jalan Tambang
Alumni UGM mendesak PBNU mengembalikan izin tambang, memulihkan harmoni organisasi, dan mempercepat muktamar agar NU kembali ke peran dasarnya.-Foto: Dok. PBNU-
JAKARTA, PostingNews.id — Di tengah kisruh yang belakangan bikin dahi warga NU berkerut, sekelompok nahdliyin alumni Universitas Gadjah Mada akhirnya angkat suara. Mereka melihat organisasi setua NU, yang biasanya jadi tempat berteduh umat, kini seperti terseret arus urusan tambang yang membuat suasana internal makin panas. Bagi para alumni itu, pertengkaran di pucuk PBNU bukan sekadar soal beda pendapat, tetapi tanda bahwa pagar rumah besar bernama NU mulai dijebol oleh kepentingan yang tidak semestinya.
Para alumni UGM tersebut menilai kegaduhan yang berlarut-larut membuat NU kehilangan kesejukannya. Karena itulah mereka mendorong agar izin tambang yang sempat diberikan pemerintah dikembalikan saja, supaya organisasi tidak terus terbawa putaran konflik. Mereka juga mengusulkan agar muktamar dipercepat dan tokoh-tokoh yang kini terlibat adu posisi diminta legowo untuk tidak maju lagi.
Sikap itu mereka tuangkan dalam petisi terbuka yang ditandatangani 43 nahdliyin alumni UGM pada Selasa, 9 Desember 2025. Koordinator Warga NU Alumni UGM, Heru Prasetya, menyebut keresahan itu muncul karena polemik di tubuh elite PBNU tak kunjung reda dan justru makin mengaburkan peran NU sebagai panutan umat.
Polemik yang disebut-sebut berawal dari urusan konsesi tambang itu dinilai telah menimbulkan kerusakan kepercayaan publik, mengusik warga NU di akar rumput, dan bertentangan dengan sejarah perjuangan organisasi yang berpihak kepada rakyat kecil dan pada kelestarian lingkungan hidup.
BACA JUGA:Delapan Perusahaan di Balik Rusaknya Hulu Sungai Sumut Mulai Terlihat Wujudnya
”Media memberitakan dengan telanjang, konflik internal antarelite PBNU yang melibatkan pimpinan tertinggi Syuriah dan Tanfidziah tidak lepas dari persoalan konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU tahun lalu, yang sudah kami peringatkan dengan tegas. Tambang di PBNU itu belum berjalan sudah membawa petaka internal,” kata Heru.
Warga NU alumni UGM menegaskan bahwa NU semestinya kembali ke khitahnya sebagai penjaga umat dan kelestarian alam. Sejak dulu, kata mereka, NU menjadi penyeimbang negara dalam menjaga moralitas sosial, pelindung kelompok kecil dan rentan, sekaligus penjaga nilai rahmatan lil ’alamin yang menjadi napas perjuangan organisasi.
Mereka menyebut bencana ekologis dan kemanusiaan, termasuk yang melanda Sumatera, sebagai bukti bahwa eksploitasi alam yang serampangan, tanpa patuh pada tata kelola ekologis, selalu berujung petaka. Sikap itu, tulis mereka, bertentangan dengan kearifan lokal yang selama ini menjadi dasar etika NU.
Karena tambang dianggap sudah membawa mudarat bagi internal NU dan turut menjadi simbol akar masalah di berbagai bencana ekologis, mereka menuntut agar PBNU segera mengembalikan izin tambang yang diterima dari pemerintah. Menurut mereka, organisasi keagamaan tidak semestinya terlibat dalam bisnis ekstraktif yang rawan konflik kepentingan, merusak lingkungan, serta menjauhkan NU dari mandat sosialnya.
BACA JUGA:Soal Bantuan China ke Aceh, Menhan: Itu Bukan Bantuan Asing, Cuma Urusan Personal
”Konsesi tambang membawa lebih banyak mudharat daripada manfaat bagi jam’iyyah dan masyarakat luas,” tulis mereka dalam pernyataan tersebut.
Warga NU alumni UGM juga meminta pengurus PBNU yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan iklim agar mengundurkan diri. Pengunduran diri dianggap perlu demi menjaga martabat dan integritas organisasi.
”Sudah semestinya NU menegaskan kembali sebagai bagian dari masyarakat sipil yang berjarak dengan kekuasaan sehingga bisa kritis, obyektif, jernih, sebagai kompas moral bangsa. Konsesi tambang jelas memiliki potensi untuk kooptasi, subordinasi, dan hegemoni kekuasaan terhadap NU sebagai masyarakat sipil,” katanya.
Percepat Muktamar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News