Hutan Hilang, Satwa Kian Terdesak, Kita Masih Berpikir Itu Sekadar Pohon Tumbang di Sumatera

Hutan Hilang, Satwa Kian Terdesak, Kita Masih Berpikir Itu Sekadar Pohon Tumbang di Sumatera

Deforestasi di Sumatera mengusir satwa liar dari habitatnya, memicu konflik dan menggerus ekosistem yang jadi penyangga kehidupan.-Foto: Dok. Mongabay Indonesia-

JAKARTA, PostingNews.id — Deforestasi di Indonesia sudah seperti sinetron panjang yang tidak kunjung tamat. Dari Sabang sampai Merauke, pohon-pohon tumbang bukan hanya berarti hilangnya vegetasi, tetapi runtuhnya rumah besar milik ribuan spesies. Bagi manusia, pepohonan mungkin hanya latar belakang foto. Bagi satwa liar, itu dapur, kamar, ruang tamu, sampai jalan tol tempat mereka bergerak setiap hari.

Perubahan bentang alam terjadi begitu cepat sehingga banyak satwa tidak sempat mengatur strategi. Orang utan tersingkir dari pepohonan tinggi yang dulu menjadi benteng aman. Harimau sumatra kini semakin sering terlihat dekat permukiman, bukan karena ingin bertetangga, tetapi karena hutan tempat mereka berburu semakin menyempit. Gajah pun terpaksa mencari rute baru dan sering berujung pada konflik dengan warga yang sama-sama tidak punya pilihan.

Kerusakan hutan membuat lanskap Indonesia berubah menjadi mozaik besar yang pecah di sana-sini. Dari udara, hamparan hijau mungkin masih terlihat, tetapi di bawahnya hutan tercabik oleh kebun, tambang, dan pembangunan. Bagi sebagian orang ini tanda kemajuan. Bagi satwa liar, ini alarm keras bahwa ruang hidup mereka terus terhimpit. Dengan kondisi hutan yang kian menyusut setiap tahun, pertanyaan besarnya adalah seberapa lama lagi satwa-satwa ini bisa bertahan di rumah yang terus hilang.

Indonesia dikenal memiliki salah satu kekayaan hayati tertinggi di dunia. Harimau sumatra, orang utan kalimantan, hingga ratusan spesies burung dan primata menggantungkan hidup pada hutan yang utuh. Namun hutan yang seharusnya menjadi benteng terakhir kini menjadi sasaran ekspansi berbagai industri.

BACA JUGA:Bahlil Setop Operasi Tambang Emas Terbesar Ketiga di RI yang Ada di Tapsel

Ecology Asia mencatat bahwa perluasan pertanian, terutama perkebunan sawit, adalah penyumbang terbesar hilangnya hutan. Dengan produksi lebih dari 45 juta metrik ton minyak sawit per tahun, sepertiga kehilangan hutan nasional berhubungan langsung dengan ekspansi industri ini. Konversi hutan menjadi perkebunan monokultur membuat lanskap yang tadinya kaya suara burung dan primata berubah menjadi deretan pohon seragam yang miskin kehidupan dan minim kemampuan menyimpan karbon.

Jika pola ini terus dibiarkan, yang runtuh bukan hanya ekologi hutan, tetapi juga pilar ekonomi yang selama ini bertumpu pada sumber daya alam. Sementara itu para petani kecil juga memperluas lahan ke area berhutan untuk menanam karet, kopi, dan kakao. Fragmentasi habitat yang terjadi akibat perluasan ini memaksa satwa bergerak ke area sempit yang tidak memadai dan meningkatkan konflik dengan manusia.

Industri penebangan, baik yang diberi izin maupun yang kucing-kucingan, tetap menjadi ancaman serius. Kayu bernilai tinggi seperti Meranti dan Ramin membuat permintaan konsesi penebangan tetap menggiurkan. Pada pertengahan 2000-an, sekitar 80 persen ekspor kayu Indonesia dikategorikan ilegal. Meski angka itu menurun, penebangan liar tetap merusak habitat satwa di banyak wilayah.

Tekanan tidak berhenti di situ. Pembangunan infrastruktur skala besar seperti Jalan Raya Trans-Papua membuka ribuan hektare hutan perawan. Akses baru ini memicu penebangan, pertambangan, dan pemukiman yang ikut menggerus rumah satwa, terutama di Papua yang selama ini relatif terlindungi dari arus industri.

Konsekuensi deforestasi terlihat jelas dalam penurunan populasi satwa kunci. Harimau sumatra kehilangan ruang jelajah. Orang utan kehilangan tempat bersarang dan pohon buah sebagai sumber pakan. Badak Sumatra menghadapi fragmentasi populasi yang ekstrem sehingga sulit menemukan pasangan dan memperlemah keragaman genetik.

BACA JUGA:DPR Singgung Filipina dalam Rapat Banjir Sumatera, Intinya Minta Raja Juli Mundur Kalau Tak Sanggup Jadi Menteri

Begitu pohon ditebang, burung enggang hingga primata kehilangan jalur perjalanan alaminya. Pembukaan lahan juga memicu kebakaran, terutama di kawasan gambut. Kebakaran bukan hanya melepaskan karbon dalam jumlah besar tetapi juga membunuh satwa yang tidak cukup cepat melarikan diri. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan. Hutan hilang memperburuk perubahan iklim dan perubahan iklim mempercepat hilangnya hutan.

Di banyak daerah deforestasi juga muncul sebagai strategi bertahan hidup. Kemiskinan, lemahnya tata kelola, dan tumpang tindih konsesi lahan membuat perlindungan hutan seperti menimba air dengan keranjang. Tanpa alternatif ekonomi yang jelas, masyarakat lokal akan tetap mengandalkan hutan untuk pendapatan jangka pendek.

Potret Deforestasi Terkini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share