Tiga Dekade Hutan Tapanuli Terkikis dan Kini Bencana Datang Bertamu
Tiga dekade kerusakan hutan di Tapanuli memicu degradasi DAS dan bencana berulang. Data menunjukkan deforestasi konsisten dan berdampak langsung pada wilayah hilir.-Foto: Dok. Agincourt Resources-
JAKARTA, PostingNews.id — Kerusakan hutan di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah tidak terjadi dalam semalam. Angkanya menunjukkan pola yang panjang dan tekun, seolah ada tangan tak terlihat yang setiap dekade mencolek sedikit demi sedikit tutupan hutan hingga akhirnya yang tersisa tinggal kenangan dan laporan GIS.
Di Tapanuli Selatan, kehilangan terbesar tercatat pada 1990 sampai 2000 dengan hilangnya 26.223 hektare hutan. Setelah itu masih berlanjut pada 2000 sampai 2010 dengan 10.672 hektare yang ikut lenyap. Grafik penurunan ini bergerak seiring dengan bertambahnya penggunaan lahan lain. Sejak 1990 sampai 2024, kebun sawit bertambah 42.034 hektare, kebun kayu eukaliptus melebar 1.107 hektare, dan muncul pula 298 lubang tambang yang berserakan seperti sisa jerawat di wajah muda.
Cerita yang mirip terjadi di Tapanuli Tengah. Dalam kurun 1990 sampai 2024 wilayah ini kehilangan sekitar 16.137 hektare hutan alam. Periode 1990 sampai 2000 menyumbang 9.023 hektare, lalu 2010 sampai 2020 menambah lagi 6.154 hektare. Grafiknya seperti detak jantung yang stabil ke arah kematian perlahan, menunjukkan kerusakan bertahap tapi konsisten.
Berbeda dengan Tapanuli Selatan, perubahan tutupan lahan di Tapanuli Tengah tidak menunjukkan lonjakan sawit atau kebun kayu. Analisis KSPPM berbasis mapbiomas org menemukan penambahannya hanya 853,54 hektare. Sebagian besar tutupan hutan justru berubah menjadi gambut, mangrove, sawah, permukiman, dan bentuk lahan lain yang muncul mengikuti tekanan kebutuhan manusia.
BACA JUGA:Apa Hubungan Satwa Hutan yang Punah dengan Krisis Iklim yang Makin Parah?
Kondisi hutan yang terus menciut ini berdampak langsung pada kesehatan Daerah Aliran Sungai. Pemantauan KSPPM menggunakan GIS menunjukkan dua DAS utama yang paling kena getahnya, yakni Batang Toru dan Sibundong. Hilir Batang Toru berada di Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, sementara hilir Sibundong berada di Kecamatan Kolang, Tapanuli Tengah.
Temuan lapangan menemukan di hulu Sungai Batang Toru terdapat 21 anak sungai dan di Sungai Sibundong terdapat 46 anak sungai. Seluruhnya berada dalam konsesi satu perusahaan yakni PT TPL. Dalam rilisnya, KSPPM menyatakan bahwa pembukaan hutan dan perubahan kawasan menjadi monokultur terutama eukaliptus telah menabrak fungsi hidrologis kedua DAS.
“Kondisi ini menguatkan dugaan bahwa pembukaan hutan dan perubahan kawasan menjadi monokultur khususnya penanaman kayu eukaliptus telah merusak fungsi hidrologis kedua DAS tersebut” ucap dia melalui rilis pers.
Selama lebih dari tiga dekade pembukaan hutan memperlemah vegetasi keras yang seharusnya menahan tanah dan mengatur aliran air. Begitu hujan deras datang, tanah mudah hanyut, air berlari tanpa rem, dan terbentuk jalur aliran baru yang menggempur stabilitas DAS seperti air bah menerjang pintu rumah yang lupa dikunci.
BACA JUGA:Puan Semprot Kepala BNPB Soal Komentar Banjir Sumatera yang Dianggap Cuma Mencekam di Medsos
Tidak mengherankan jika 43 titik bencana di Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan berada tepat di hilir dua sungai itu. Hubungan antara kerusakan hulu dan marabahaya di hilir sudah terlihat jelas bahkan tanpa perlu laporan akademik. Bagi warga, air berlumpur yang masuk ke ruang tamu sudah cukup menjadi bukti.
Menurut KSPPM bencana yang merenggut nyawa dan menghancurkan kehidupan ribuan penduduk bukan peristiwa spontan. Ini akumulasi dari eksploitasi yang dibiarkan berjalan selama puluhan tahun. Mereka menyebut pemerintah memikul tanggung jawab terbesar atas pembiaran terhadap praktik perusakan hutan oleh perusahaan, pemegang izin, maupun pembalak liar yang bekerja seperti warung buka dua puluh empat jam.
“Ketika negara gagal hadir untuk menjaga hutan, rakyatlah yang menanggung akibat paling pahit” kata dia.
Informasi dari warga menunjukkan deforestasi tidak hanya bersumber dari kebun inti perusahaan itu. Ada pula perkebunan kayu rakyat yang bermitra dengan perusahaan. Sebagian warga mencurigai kayu yang dikirim ke perusahaan bukan hanya dari PKR tetapi juga berasal dari hutan alam sekitar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News