KUHAP Mau Disahkan Cepat-Cepat, Koalisi Sipil: Jangan Sampai Hukum Jadi Proyek Kejar Tayang
Koalisi masyarakat sipil kritik revisi KUHAP yang dikebut DPR. Peringatkan risiko kekacauan hukum jika dipaksakan tanpa kesiapan aturan turunan.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id — Koalisi masyarakat sipil kembali angkat suara, dan nada mereka tampak seperti orang yang baru dipaksa tanda tangan kontrak tanpa sempat membaca halaman pertama. Mereka menilai pembahasan revisi KUHAP terlalu ngebut, terlalu dipaksakan, dan terlalu berani untuk sebuah aturan yang akan mengikat seluruh aparat penegak hukum dan warga negara.
DPR sendiri tampak berlari maraton. Komisi Hukum DPR bersama pemerintah sudah bersiap membawa RUU KUHAP ke rapat paripurna pekan depan. Alasannya sederhana dan terdengar manis di permukaan, bahwa KUHAP baru harus sejalan dengan KUHP revisi yang berlaku Januari mendatang. Namun bagi koalisi, argumen itu justru menimbulkan banyak tanda tanya.
“RUU KUHAP berlaku tanpa masa transisi, langsung mengikat jutaan aparat dan warga tanpa kesiapan infrastruktur dan pengetahuan mulai 2 Januari 2026,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP Muhammad Isnur, Jumat, 14 November 2025.
Isnur mengingatkan bahwa RUU KUHAP tidak berdiri sendirian. Aturan ini mewajibkan lebih dari sepuluh peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana. Semua PP itu harus lahir dalam setahun, sebuah target yang terdengar seperti memaksakan lari sprint dalam jarak maraton. “Artinya, potensi kekacauan praktik KUHAP Baru yang diterapkan tanpa adanya peraturan pelaksana akan sangat nyata terjadi setidaknya selama setahun ke depan,” ujar Isnur.
BACA JUGA:Ramai-Ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan, Bahlil Bilang yang Sempurna Cuma Tuhan
Koalisi juga menilai revisi KUHAP yang akan diketok dalam sidang paripurna itu belum benar-benar mengakomodasi perubahan besar yang ada di KUHP baru. Sejumlah substansi krusial justru tertinggal di belakang.
Pada Kamis, 13 November 2025, Komisi III DPR dan pemerintah sepakat membawa RUU KUHAP dari pembahasan tingkat I menuju pembahasan tingkat II di paripurna. Di titik ini, koalisi memilih menyalakan alarm lebih keras dan mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan menarik naskah RUU tersebut. “Kami menyerukan agar Presiden menarik draf RUU KUHAP per 13 November 2025 untuk tidak dilanjutkan dalam pembahasan tingkat II sidang paripurna,” kata Isnur.
Bagi mereka, penarikan draf itu adalah satu-satunya cara agar DPR dan pemerintah bisa merombak ulang substansi yang masih bermasalah, termasuk membangun mekanisme judicial scrutiny dan check and balances yang kuat seperti yang sudah mereka usulkan dalam draf tandingan. Koalisi pun mengingatkan agar pemerintah tidak menggunakan dalih pemberlakuan KUHP baru untuk memburu-buru pembahasan revisi KUHAP. “Semata-mata untuk memburu-buru pengesahan RUU KUHAP yang masih bermasalah,” ujar Isnur.
Di sisi lain, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menanggapi kritik itu dengan nada yang cukup diplomatis. Ia mengakui tidak semua masukan bisa diakomodasi, seolah menjelaskan bahwa parlemen bukan pasar swalayan di mana semua permintaan pasti tersedia. “Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi di sini,” katanya.
BACA JUGA:ICW Tagih Nyali KPK Usut Bobby Nasution, Padahal Hakim Sudah Perintah Periksa
Politikus Gerindra itu bahkan menambahkan bahwa DPR sendiri punya keterbatasan, dan tak semua keinginan pribadi anggota pun bisa ditampung. “Bahkan tidak semua keinginan dan kami pribadi masing-masing bisa diakomodasi di sini. Inilah namanya realitas parlemen,” ujarnya.
Dengan kata lain, pembahasan revisi KUHAP terus melaju kencang, sementara koalisi masyarakat sipil berdiri di pinggir lintasan, melambaikan tangan sambil berteriak bahwa remnya belum dipasang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News