Rekor Baru Setelah Reformasi, 3.000 Orang Ditangkap Saat Demo Agustus 2025
YLBHI mencatat 3.337 orang ditangkap dan sejumlah tewas selama demo Agustus 2025, jadi rekor baru pelanggaran HAM setelah reformasi.-Foto: Antara-
JAKARTA, PostingNews.id — Ribuan orang ditangkap dan sejumlah lainnya kehilangan nyawa selama gelombang aksi demonstrasi yang merebak di berbagai wilayah Indonesia sepanjang Agustus lalu. Fakta mencemaskan ini diungkap oleh pengacara hak asasi manusia, Asfinawati, yang menyebut temuan tersebut sebagai sinyal serius soal kebebasan berpendapat di negeri ini.
Dalam forum di Gedung Komnas HAM, Asfinawati membacakan data yang dikumpulkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Data itu menggambarkan praktik represif aparat yang meluas dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
“Data YLBHI saja yang cuma ada di 17 atau 18 provinsi mengatakan ada 3.337 orang ditangkap dan meninggal dalam unjuk rasa kemarin,” ujar Asfinawati di hadapan peserta diskusi, Rabu, 12 November 2025.
Penangkapan massal ini bukan pertama kalinya terjadi. Asfinawati mengingatkan publik pada peristiwa demonstrasi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja beberapa tahun lalu, yang kala itu juga diwarnai gelombang penangkapan besar-besaran. Ia menyebut momen tersebut sebagai rekor buruk dalam sejarah pasca-reformasi.
BACA JUGA:Muncul Anggaran Hantu Rp100 Triliun untuk BGN, DPR Kaget karena Tanpa Sepengetahuan Mereka
“Seingat saya penangkapan ketika Omnibuslaw cipta kerja itu lebih dari itu. Pertama kalinya Polri menetapkan 960 orang sebagai tersangka pasca aksi demonstrasi dari kerusuhan itu rekor selama reformasi, dalam ingatan saya,” katanya.
Menurut Asfinawati, pola yang sama terus berulang setiap kali rakyat turun ke jalan. Ribuan orang dibekuk, dibawa ke kantor polisi, lalu sebagian besar dilepaskan tanpa proses hukum yang jelas. Hanya segelintir yang benar-benar dijadikan tersangka.
“Jadi tersangka cuma 30 atau berapa, berapa bahkan beberapa belas,” ujarnya.
Pola semacam ini, kata dia, menunjukkan bagaimana negara masih menjadikan demonstrasi sebagai sesuatu yang harus ditekan, bukan dilindungi. Padahal, aksi protes merupakan bagian sah dari demokrasi dan seharusnya dijamin oleh konstitusi.
BACA JUGA:Bukan Teroris, Polisi Sebut Pelaku Bom SMAN 72 Hanya Korban Kesepian
Dalam catatan YLBHI dan Komnas HAM, kasus penangkapan sewenang-wenang semacam ini sering kali tidak diikuti oleh evaluasi kelembagaan maupun pertanggungjawaban hukum terhadap aparat yang bertindak di luar prosedur. Alhasil, praktik pembungkaman publik terus berulang dari waktu ke waktu, seolah menjadi kebiasaan yang dibiarkan hidup dalam sistem penegakan hukum yang semestinya melindungi rakyatnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News