BMKG Ungkap Jakarta Peringkat Teratas untuk Udara Buruk, Begini Dampaknya

BMKG Ungkap Jakarta Peringkat Teratas untuk Udara Buruk, Begini Dampaknya

BMKG menyebut Jakarta sebagai wilayah dengan udara paling buruk di Indonesia, dengan dampak cuaca ekstrem yang semakin meningkat. Baca lebih lanjut tentang fenomena ini.-Foto: Antara-

JAKARTA, PostingNews.id – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani, baru saja mengungkapkan data yang mengejutkan tentang kualitas udara di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Menurut Teuku, Jakarta saat ini merupakan wilayah dengan udara paling tidak sehat di Indonesia, bahkan pernah menduduki peringkat pertama sebagai wilayah dengan udara terburuk selama 100 hari berturut-turut.

Teuku mengungkapkan hal ini dalam rapat bersama Timwas Penanganan Bencana DPR yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh BMKG terhadap Particulate Matter 2,5 mikron di 27 lokasi sepanjang tahun 2024, hasilnya menunjukkan kualitas udara yang bervariasi, dari kategori baik hingga tidak sehat. 

DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Lampung tercatat sebagai wilayah dengan jumlah hari terbanyak yang mengalami kategori udara tidak sehat. "Di mana Jakarta menempati peringkat pertama dengan sekitar 100 hari kejadian dengan udara yang tidak sehat, yang kita hirup sehari-hari di sini, Bapak/Ibu," ungkapnya dengan nada prihatin.

Selain masalah kualitas udara, Teuku juga menyampaikan informasi terkait fenomena cuaca ekstrem yang sedang melanda Indonesia. Hujan lebat menjadi fenomena yang paling dominan, terjadi pada 65 persen kejadian cuaca ekstrem, diikuti dengan angin kencang sebanyak 27 persen. 

BACA JUGA:Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Fenomena lainnya, seperti puting beliung, petir, dan hujan es, juga terjadi dengan frekuensi tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Peta kekeringan meteorologis dari tahun 1991 hingga 2020 menunjukkan banyak wilayah Indonesia yang rentan terhadap kekeringan, dengan peningkatan kejadian hingga 60 persen.

Teuku juga membuka data mengenai operasi modifikasi cuaca yang dilaksanakan BMKG sepanjang tahun 2025. Modifikasi cuaca ini dilakukan untuk menambah atau mengurangi curah hujan di beberapa daerah. "Telah kami lakukan 52 hari operasi pelaksanaan modifikasi cuaca tahun 2025 untuk aksi dini hidrometeorologi ekstrem. 

Beberapa tempat dapat dilihat, sehingga penambahan curah hujan mencapai 73 persen di daerah sekitar Sumatera dan Kalimantan Selatan. Kemudian untuk mengurangi potensi juga dilakukan sekitar DKI Jakarta untuk pengurangan curah hujan sebesar 37 persen," tambahnya.

Dengan semua fenomena cuaca dan kualitas udara yang memburuk, Teuku menekankan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengelola cuaca ekstrem dan mengurangi polusi udara yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News