Fadli Zon Sebut Tak Pernah Ada Pemerkosaan Mei 98, Para Penyintas Bawa Bukti Luka ke PTUN

Penyintas pemerkosaan massal Mei 1998 gugat Fadli Zon ke PTUN, melawan penyangkalan sejarah dengan bukti luka trauma yang masih membekas.-Foto: YouTube Bocor Alus Tempo-
JAKARTA, PostingNews.id – Kasus pemerkosaan massal 1998 kembali menyeruak, kali ini lewat jalur hukum. Para penyintas yang hingga kini masih hidup dalam bayang-bayang trauma akhirnya bersuara, meski tidak langsung.
Mereka menunjuk Ita Fatia Nadia sebagai juru bicara resmi di pengadilan, membawa mandat tertulis dari mereka yang masih terlalu takut menampakkan diri.
“Beberapa korban telah mengirim surat dan meminta kepada saya sebagai wakil untuk menyatakan bahwa gugatan kami ke PTUN ini sebagai wakil dari suara mereka,” ujar Ita di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis, 18 September 2025.
Menurut Ita, keputusan untuk diwakilkan bukan hal sepele. Lebih dari dua dekade setelah kerusuhan Mei 1998, rasa takut tetap nyata—tak ada jaminan keamanan bagi korban bila mereka bersuara secara individu.
"Mereka tidak ingin muncul karena mereka tidak tahu apakah akan dijamin keselamatannya,” jelas Ita.
Gugatan ini menjadi penanda bahwa mereka menolak dikubur dalam diam. “Ini adalah satu langkah maju untuk mewakili mereka sebagai korban mendapatkan, paling tidak, sebagian dari keadilan. Dan mereka menyatakan bahwa mereka tidak akan melupakan peristiwa Mei 98 yang telah merenggut kehidupannya. Tetapi mereka akan melanjutkan hidupnya dan memberikan wakil dari kami ini untuk menyuarakan suara mereka,” tegas Ita.
Langkah ini sekaligus jadi tamparan bagi suara-suara yang selama ini menyangkal. Misalnya, pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran pemerkosaan massal Mei 1998.
“Betul nggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu ngggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ucap Fadli Zon, Senin, 8 Juni 2025.
BACA JUGA:CPNS & PPPK 2025 Resmi Dibuka! Simak Jadwal, Syarat dan Formasi Prioritas yang Wajib Kalian Tahu!
Padahal, laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 bercerita lain. Tim independen ini menginvestigasi dari Juli hingga Oktober 1998, mengolah testimoni, dokumen, dan fakta lapangan. Kesimpulannya jelas: telah terjadi kekerasan seksual, termasuk perkosaan, terhadap perempuan di berbagai lokasi dalam waktu bersamaan. Sebagian besar korban adalah perempuan etnis Tionghoa.
Temuan itu bahkan sudah diverifikasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang mencatat 85 kasus kekerasan seksual. TGPF merinci, kekerasan seksual tersebut hadir dalam empat bentuk, memperlihatkan betapa sistematisnya kekerasan yang kala itu berlangsung.
Dengan gugatan ke PTUN, para penyintas kini tidak hanya melawan trauma, tetapi juga melawan penyangkalan sejarah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News