Gaji DPR Sudah Rp230 Juta, Masih Ngeluh Butuh Tunjangan Rp50 Juta

Gaji DPR Sudah Rp230 Juta, Masih Ngeluh Butuh Tunjangan Rp50 Juta

Gaji anggota DPR sudah tembus Rp230 juta per bulan, tapi mereka masih ngotot minta tunjangan perumahan Rp50 juta.-Foto: Dok. Kemenpan-RB-

JAKARTA, PostingNews.id – Sementara rakyat masih jungkir balik melawan harga beras dan utang negara makin menggunung, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seolah hidup di semesta paralel. Para wakil rakyat yang sudah “diguyur” penghasilan fantastis hingga Rp230 juta per bulan—atau Rp2,8 miliar per tahun—masih kepengin nambah tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan.

Padahal, publik lagi dipaksa hemat, sementara pemerintah justru sedang menambal defisit Rp638,8 triliun dan menyiapkan utang baru Rp781,9 triliun pada 2026.

Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dari DIPA DPR 2023–2025 menunjukkan negara bakal menggelontorkan Rp1,6 triliun hanya untuk membayar gaji dan tunjangan 580 anggota DPR tahun depan. Angka itu naik tajam dibanding Rp1,2 triliun di 2023 dan Rp1,18 triliun di 2024. Ironisnya, kinerja legislatif yang disokong duit segede itu justru mandek: dari 47 RUU, baru 4 yang kelar dibahas. Sisanya? Menguap entah ke mana.

Lebih bikin kepala panas lagi, kalau dibandingkan dengan UMP Jakarta Rp5,39 juta, pendapatan anggota DPR 42 kali lipat lebih besar. Dan kalau dibanding upah pekerja Banjarnegara, Jawa Tengah—daerah dengan gaji terendah nasional, Rp2,17 juta—selisihnya bikin ngelus dada: 105 kali lipat.

“Gaji dan tunjangan anggota DPR jauh melebihi pendapatan rata-rata masyarakat,” kata peneliti Fitra, Bernard Allvitro, saat media briefing bertajuk “Anggaran DPR RI: Antara Fungsi Konstitusionalitas dan Kemewahan Personal”, Minggu, 24 Agustus 2025.

Bernard mendesak DPR menghentikan wacana penambahan tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan. Menurutnya, langkah itu tidak masuk akal di tengah situasi negara yang sedang berhemat dan justru menambah utang. Apalagi, publik jelas akan mempertanyakan urgensi kebijakan ini karena alih-alih berpihak pada masyarakat, DPR justru menambah beban APBN.

“Fitra menilai sebenarnya bahwa DPR ini gagal menahan diri dan memberikan teladan dalam pengelolaan anggaran. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada privilese yang diterima oleh anggota DPR,” tegas Bernard.

DPR Dalih Butuh “Uang Kontrakan” Rp50 Juta

Sementara rakyat lagi jungkir balik menyesuaikan diri dengan inflasi dan utang negara meroket, para legislator Senayan seolah tak terganggu. Giliran dikritik soal tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan, pimpinan DPR justru lempar bola panas ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, berdalih bahwa wacana ini bukan murni inisiatif DPR, melainkan hasil “kalkulasi” Kemenkeu. Pasalnya, sejak fasilitas rumah dinas DPR di Kalibata sudah tak lagi diberikan, Kemenkeu disebut “berinisiatif” menyiapkan kompensasi berupa tunjangan uang tunai.

“Salah satu pertimbangan nilai itu adalah juga dengan membandingkan dengan lembaga-lembaga lain yang ada di Jakarta,” kata Dasco.

Jadi logikanya, karena lembaga lain dapat fasilitas mewah, maka DPR juga harus punya. Motto tak tertulisnya adalah “kalau mereka bisa, kenapa kita enggak?”

Tak mau kalah, Mukhamad Misbakhun, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, ikut nimbrung membela. Menurutnya, DPR tidak ikut menentukan nominal Rp50 juta tersebut, melainkan cuma “ikut hitungan” dari Kemenkeu. Besaran itu, katanya, sudah sesuai standar pejabat negara.

“Banyak anggota DPR itu, kan, datang dari daerah. Aslinya mereka kalau bisa dicek KTP mereka, mereka ini, kan, orang daerah dan mereka harus mempunyai tempat tinggal dalam rangka menjalankan tugas sebagai pejabat negara,” kata Misbakhun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News