Pengacara Brigadir Yosua Curiga Ada 'Pasukan Amplop' di Balik Dikabulkannya Permohonan Kasasi Geng Sambo

Pengacara Brigadir Yosua Curiga Ada 'Pasukan Amplop' di Balik Dikabulkannya Permohonan Kasasi Geng Sambo

Kamaruddin Simanjuntak dan Ferdy Sambo.-Foto: Disway-

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Pengacara keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak, mencurigai keberadaan pasukan bawah tanah yang memengaruhi vonis kasasi kasus Ferdy Sambo Cs terkait pembunuhan Brigadir Yosua.
 
Ferdy Sambo, yang merupakan tersangka utama dalam pembunuhan Brigadir Yosua, awalnya dihukum mati, namun vonisnya kemudian diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup.
 
Pasukan bawah tanah yang dimaksud Kamaruddin adalah sekelompok atau pengaruh di dalam sistem peradilan yang mampu memengaruhi keputusan hukum.
 
Kamaruddin mengatakan bahwa isu tentang adanya pasukan bawah tanah atau "pasukan amplop" telah lama beredar, tetapi sulit dipercayai sebelum ada bukti konkret.
 
"Sudah lama kita dengar, mulai dari ada pasukan bawah tanah atau pasukan 'amplop'," kata Kamaruddin, Selasa (8/8) kemarin.
 
 
Komentar Kamaruddin datang setelah mantan Ketua Mahkamah Agung, Mahfud MD, mengungkapkan adanya intervensi dalam sistem peradilan.
 
Mahfud MD mengatakan bahwa fenomena ini benar-benar ada dan pernyataannya dianggap menguatkan keberadaan pasukan bawah tanah.
 
Dalam kasus Ferdy Sambo Cs, hukuman para terdakwa juga mengalami pengurangan yang signifikan.
 
Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, mendapat diskon 50 persen dari hukuman penjara 20 tahun menjadi 10 tahun.
 
Ricky Rizal, mantan ajudan Ferdy Sambo, mendapatkan pengurangan hukuman dari 13 tahun menjadi 8 tahun.
 
 
Begitu juga dengan mantan asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, yang hukumannya berkurang dari 15 tahun menjadi 10 tahun.
 
Kamaruddin mengkritik Mahkamah Agung karena dianggap mengabaikan berita tentang pasukan bawah tanah yang telah diumumkan oleh berbagai media.
 
Dia berpendapat bahwa putusan ini menunjukkan bahwa masyarakat golongan rendah dapat menghadapi ketidakberuntungan dalam sistem peradilan.
 
Meskipun informasi tentang fenomena ini tersedia di media cetak dan elektronik, Kamaruddin merasa bahwa Mahkamah Agung tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap hal tersebut.

Temukan konten Postingnews.Id menarik lainnya di Google News

Sumber: