Dikenal Karena Sering Bungkam Lawan Politik, Erdogan Tak Terima Disebut Diktator

Dikenal Karena Sering Bungkam Lawan Politik, Erdogan Tak Terima Disebut Diktator

Foto: Reuters.--

JAKARTA, POSTINGNEWS.ID - Presiden petahana Turki, Recep Tayyip Erdogan, membantah tuduhan bahwa dirinya merupakan pemimpin diktator.
 
Menurut Erdogan, jika benar ia otoriter, maka ia akan memenangkan pemilihan umum (Pemilu) Turki di putaran pertama dengan suara lebih dari 50 persen.
 
Ia menegaskan bahwa retorika kediktatoran tersebut hanyalah omong kosong.
 
"Retorika kediktatoran ini hanyalah omong kosong," tegas Erdogan.
 
Pada putaran pertama pemilu, Erdogan memperoleh suara sebesar 49,51 persen, sedangkan lawan kuatnya, Kemal Kilicdaroglu, mendapatkan 44,88 persen, dan calon presiden lainnya, Sinan Ogan, sekitar 5 persen.
 
 
 
Karena tidak ada calon yang meraih suara lebih dari 50 persen, pemilu Turki akan dilanjutkan ke putaran kedua.
 
Erdogan menegaskan bahwa diktator seharusnya bisa menyelesaikan pekerjaannya dalam putaran pertama dengan perolehan suara yang sangat tinggi, bahkan mencapai 90 persen.
 
"Pikir dengan cara ini. Akankah diktator melangsungkan putaran kedua? Diktator menyelesaikan pekerjaannya di putaran pertama. Dan, dia bisa selesai dengan 90 persen (perolehan suara])," Erdogan melanjutkan.
 
Ia juga menyoroti bahwa banyak negara di dunia yang dapat dengan mudah memenangkan pemilu dengan perolehan suara fantastis.
 
Erdogan mengatakan bahwa tujuannya adalah memenangkan hati rakyat, bukan mendirikan kediktatoran.
 
 
 
Lebih dari 64 juta warga Turki berpartisipasi dalam pemilu putaran pertama, dan menurut Erdogan, hampir 90 persen warga Turki memberikan suara.
 
Ia menganggap partisipasi pemilih ini sebagai indikasi keberhasilan demokrasi di negara tersebut.
 
"Pada 14 Mei, kami tak hanya melihat kekuatan demokrasi Turki, tetapi juga menyaksikan persepsi itu menguap," tuturnya.
 
Erdogan juga menyatakan bahwa Turki telah menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak dapat dikendalikan oleh media.
 
Erdogan telah sering kali dikritik sebagai pemimpin yang otoriter dan cenderung anti-demokrasi.
 
 
 
Selama masa pemerintahannya, dia diklaim telah membungkam oposisi dan menangkap siapa pun yang menentangnya.
 
Pengaturan konten media sosial, seperti Twitter, juga dikaitkan dengan citra Erdogan sebagai pemimpin yang anti-kritik.
 
Namun, Erdogan mengecam upaya media internasional yang berusaha mempengaruhi opini publik menjelang pemilu, dan ia berulang kali mengklaim bahwa Turki tidak bisa dipengaruhi oleh media.

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya