“Jadi saya sendiri condong, saya akan mengajak kekuatan politik berani memberi solusi kepada rakyat. Demokratis tapi jangan buang-buang uang. Kalau sudah sekali memilih DPRD kabupaten, DPRD provinsi, ya kenapa enggak langsung saja pilih gubernurnya dan bupatinya, selesai,” kata Prabowo.
Namun dorongan tersebut tidak lepas dari kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi Undang-Undang Pemilu menilai alasan mahalnya ongkos politik tidak bisa dijadikan pembenaran untuk mengembalikan pilkada ke DPRD. Perwakilan koalisi, Usep Hasan Sadikin, menyebut salah satu penyebab utama biaya politik membengkak justru terletak pada proses pencalonan yang tidak transparan dan tidak akuntabel.
Menurut Usep, menyerahkan kembali pemilihan kepala daerah kepada DPRD berisiko melanggengkan praktik nepotisme dan membuka jalan bagi lahirnya otoritarianisme gaya baru di tingkat lokal. Ia berpandangan solusi seharusnya tidak berhenti pada perubahan sistem pemilihan, melainkan menyasar pembenahan tata aturan kepemiluan secara menyeluruh.
Alih-alih menghapus pilkada langsung, Usep mendorong DPR dan pemerintah fokus memperbaiki regulasi, pengawasan, serta transparansi pendanaan politik. Bagi kelompok masyarakat sipil, di situlah akar persoalan yang harus disentuh jika ingin menghadirkan demokrasi lokal yang bersih dan bertanggung jawab.