Australia Kekurangan Guru Bahasa Indonesia, Pemerintah Siapkan Jalur Sertifikasi dan Bahasa

Rabu 24-12-2025,13:55 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Kebutuhan tenaga pengajar Bahasa Indonesia di luar negeri ternyata bukan isapan jempol. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto mengungkapkan bahwa Australia saat ini membutuhkan banyak guru Bahasa Indonesia. Fakta itu ia dapatkan langsung saat mendampingi Presiden RI Prabowo Subianto dalam kunjungan kenegaraan ke Negeri Kanguru beberapa waktu lalu.

Menurut Brian, kebutuhan tersebut sudah disampaikan secara terbuka oleh pihak Australia. Hanya saja, ada syarat yang tidak bisa ditawar. Para pengajar harus memiliki sertifikasi guru yang diakui di Australia serta kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni.

“Beberapa waktu lalu juga kami mendampingi rombongannya Bapak Presiden ke Australia, mereka butuhkan banyak guru Bahasa Indonesia, hanya saja memang mereka harus punya sertifikasi guru di Australia, juga tentunya kemampuan bahasa Inggris yang juga bagus,” ujar Brian saat ditemui di Kantor Kemendikti Saintek, Jakarta Pusat, Selasa 24 Desember 2025.

Peluang ini tidak dilepas begitu saja. Brian menyebut pemerintah tengah menyiapkan langkah lanjutan melalui pendidikan vokasi. Ia akan bekerja bersama Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Mukhtarudin untuk membantu calon pekerja migran Indonesia agar siap bersaing dan bekerja di luar negeri.

BACA JUGA:Ini Alasan Kenapa Pilkada Lewat DPRD yang Sudah Tutup Buku tak Lagi Relevan

Skema yang disiapkan tidak sekadar mengirim tenaga kerja, melainkan membangun peta kebutuhan secara rinci. Negara tujuan dipetakan, begitu pula jenis keahlian yang dibutuhkan. Pendidikan vokasi akan diarahkan secara spesifik agar lulusannya tidak berangkat dengan bekal seadanya.

“Pendidikan vokasi itu akan memetakan negara mana tujuannya, keahlian apa yang dibutuhkan. Nanti kami akan membuat program pada tahun terakhir dari setiap mitra perguruan tinggi yang akan menyiapkan SDM luar negeri tersebut, apakah itu tahun ketiga atau tahun keempat,” jelas Brian.

Ia menegaskan, sumber daya manusia yang disiapkan tidak hanya dituntut siap kerja, tetapi juga siap bersaing di level global. Artinya, mereka akan menjalani pelatihan khusus sesuai kebutuhan negara tujuan, termasuk penguatan bahasa yang selama ini kerap menjadi hambatan utama.

“Bahasa itu salah satu kendala yang utama. Karenanya nanti pelajaran bahasa itu juga akan kita masukkan khusus untuk negara tujuan mana yang mereka akan tuju,” imbuhnya.

BACA JUGA:Musyawarah Kubro Turun Tangan, Rais Aam Minta Islah Tapi Tetap Pegang Aturan PBNU

Materi bahasa akan disesuaikan dengan tujuan penempatan. Jika tenaga kerja diarahkan ke Taiwan, maka penguasaan bahasa Inggris dan Mandarin menjadi keharusan. Skema serupa juga berlaku untuk negara lain dengan kebutuhan yang berbeda-beda.

“Kalau kita ingin kirim ke Jepang mereka akan mendapatkan pelatihan bahasa Jepang. Kemudian ke Rusia, kemarin saya mendengar dari Bapak Presiden ke Rusia mereka membutuhkan welder (juru las) juga, itu berarti kita akan latih bahasa Rusia,” ucap Brian.

Serangkaian kebutuhan itu menjadi dasar bagi Kemendikti Saintek untuk menandatangani nota kesepahaman atau MoU dengan berbagai pihak. Kerja sama ini, menurut Brian, memberi arah yang lebih jelas bagi pengembangan pendidikan vokasi yang berorientasi global.

“Hal-hal ini yang nantinya dengan adanya MoU ini, dengan adanya kerja sama ini, kami menjadi lebih jelas arahnya. Kami juga secara khusus sudah membentuk satgas atau tim ad hoc dari perguruan tinggi vokasi seluruh Indonesia,” kata dia.

Lewat langkah ini, pemerintah berharap peluang kerja di luar negeri tidak hanya menjadi cerita, tetapi benar-benar bisa diakses oleh tenaga kerja Indonesia yang siap, terlatih, dan memiliki daya saing.

Kategori :