Pilkada Mau Diputer Balik ke DPRD, Wacana Lama Nongol Lagi Jelang Revisi UU Pemilu

Selasa 09-12-2025,15:50 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kembali terdengar keras menjelang pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu. Dua dekade setelah pilkada langsung pertama kali diangkat pada 2005, gagasan itu seperti tamu lama yang tak pernah benar-benar pergi, terus mengetuk pintu setiap kali meja peraturan mau dirombak.

Gagasan pilkada via DPRD memang seperti lagu lama yang diputar ulang menjelang tiap musim politik. Begitu ada celah perubahan regulasi, wacana ini muncul lagi, mengundang perdebatan apakah demokrasi lokal kita butuh tune up atau malah disuruh kembali ke mode manual.

Gelombang paling anyar datang dari Partai Golkar. Saat puncak perayaan Hari Ulang Tahun Ke-61 di Jakarta, Jumat pekan lalu, partai berlambang beringin itu kembali buka suara, meminta agar sistem pilkada langsung dikembalikan ke DPRD. Dukungan itu disampaikan langsung Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia di hadapan Presiden Prabowo Subianto yang hadir sebagai tamu utama.

Menurut Bahlil, ongkos politik pilkada saat ini terlalu besar, membuat kader yang berkualitas seperti harus masuk gelanggang tanpa modal bensin. Kalau kondisi ini dibiarkan, katanya, persaingan hanya dimenangkan oleh mereka yang dompetnya tebal, bukan mereka yang otaknya encer atau punya gagasan matang.

BACA JUGA:Geng UGM Menyeru PBNU Agar Kembali ke Jalan Teduh, Bukan Jalan Tambang

”Kalau biayanya terlalu besar, itu berdampak pada ruang di mana teman-teman yang punya kualitas tetapi belum mempunyai cukup biaya. Itu kemudian, mereka punya ruang tidak terlalu besar. Termasuk pada pemilihan bupati, gubernur, dan wali kota. Ini juga merupakan bagian yang menjadi perenungan,” ujar Bahlil.

Golkar bukan pemain baru dalam urusan menghidupkan wacana ini. Sudah beberapa tahun belakangan, elite partai nasional bergantian meniupkan ide serupa.

Beberapa bulan sebelum dukungan Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah memanaskan isu yang sama. Dalam perayaan Hari Lahir Ke-27 PKB di Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025, lalu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyodorkan usul agar pilkada dikembalikan ke DPRD. Usulan ini juga disampaikan di hadapan Presiden Prabowo.

Setahun sebelumnya, pada 2024, giliran Prabowo yang melontarkan langsung soal perlunya mengkaji ulang mekanisme pilkada. Dalam puncak perayaan Hari Ulang Tahun Ke-60 Partai Golkar pada 12 Desember 2024, ia mengatakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat menghemat anggaran triliunan rupiah yang selama ini tersedot untuk pilkada langsung. Uang itu, menurut dia, bisa dialihkan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan atau menyediakan makanan bagi siswa.

BACA JUGA:Pemerintah Permudah Penggantian Ijazah Murid yang Terdampak Banjir di Sumatera

Kembali ke Oktober 2022, wacana serupa pernah muncul dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024, Bambang Soesatyo. Setelah bertemu sejumlah anggota Dewan Pertimbangan Presiden, ia menyebut pilkada langsung mendorong naiknya biaya politik.

Lebih mundur lagi ke 2019, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pernah melempar evaluasi bahwa mahalnya ongkos pilkada menjadi salah satu akar korupsi kepala daerah.

Data Lapangan Bicara Lain

Walau elite rajin melempar wacana, data di lapangan justru menunjukkan cerita berbeda. Indeks Partisipasi Pemilih (IPP) Pilkada 2024 yang dirilis Komisi Pemilihan Umum memperlihatkan kualitas keterlibatan warga meningkat perlahan namun stabil. Modal penting bagi demokrasi lokal, meski masih banyak ruang pembenahan.

Pengajar Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, mengatakan hasil IPP Pilkada 2024 menunjukkan mayoritas pemilih kini berada di level engagement. Artinya, mereka sudah mulai aktif menggunakan hak pilih, lebih sadar proses, meski belum mencapai tingkat partisipatori yang paling ideal.

Kategori :