Sementara itu, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho menyebut kemungkinan sumber kayu yang mengalir ke pabrik bisa beragam. Mulai dari pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas tebangan liar, hingga aktivitas yang melanggar hukum termasuk penyalahgunaan Pemegang Hak Atas Tanah dan illegal logging.
Kementerian Kehutanan berencana menelusuri gelondongan kayu tersebut untuk mengidentifikasi asal-usulnya. Upaya ini disebut sebagai langkah memastikan apakah jalur kayu memang bersih atau ada noda gelap yang selama ini tertutup kabut industri.
PT TPL menolak tudingan bahwa aktivitasnya menjadi biang kerok runtuhnya ekologi kawasan. Dalam pernyataan mereka yang disampaikan melalui bursa efek, perusahaan menyebut seluruh kegiatan HTI telah melalui penilaian High Conservation Value dan High Carbon Stock oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari.
Perusahaan memaparkan bahwa dari total konsesi 167.912 hektare mereka hanya menanami eukaliptus sekitar 46.000 hektare. Sisanya dipertahankan sebagai kawasan lindung dan konservasi.
BACA JUGA:Banjir Sumatera Bukan Salah Hujan, Tapi Konflik Agraria yang Sudah Menggunung
Selama lebih dari tiga puluh tahun beroperasi perusahaan itu menekankan bahwa mereka menjalin komunikasi terbuka lewat dialog, sosialisasi, serta kemitraan dengan pemerintah, masyarakat adat, tokoh lokal, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Mereka menghormati aspirasi publik, namun berharap informasi yang disampaikan kepada masyarakat berbasis data yang akurat dan dapat diverifikasi. Perusahaan ini juga mengaku selalu membuka ruang dialog konstruktif demi memastikan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di area PBPH.
Situasi di dua kabupaten ini memperlihatkan persilangan antara data, dugaan, dan penolakan. Yang pasti hutan mengecil, sungai berubah sifat, dan bencana mengalir turun mengikuti gravitasi. Di tengah tarik menarik klaim dan bantahan, warga menjadi pihak yang paling cepat merasakan perubahan, sering kali lewat suara air yang datang tidak diundang dan meninggalkan lumpur sebagai pesan keras dari hulu.