Netty Bongkar Fakta Pedih Disabilitas, 70 Persen Masih Kerja di Sektor Rentan

Rabu 03-12-2025,17:38 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Di momen Hari Disabilitas Internasional, suara lantang datang dari Komisi IX DPR RI. Netty Prasetiyani Aher, anggota DPR yang lama menyuarakan isu kerentanan sosial, kembali mengingatkan bahwa negara masih punya PR besar soal pemenuhan hak penyandang disabilitas. Ia bicara tegas bahwa kebijakan yang sudah ada tidak boleh lagi berhenti di atas kertas.

Netty menyebut jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 8,5 persen populasi, atau lebih dari 22 juta jiwa. Angka itu setara satu provinsi besar, sehingga tidak seharusnya isu disabilitas dipandang sebagai urusan sampingan.

“Ketika kita bicara disabilitas, ini bukan isu kecil. Dua puluh dua juta lebih masyarakat kita membutuhkan layanan kesehatan, pendidikan, dan akses publik yang setara. Ini pekerjaan besar yang harus kita lakukan bersama,” ujar Netty yang juga Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan Masyarakat Rentan dan Disabilitas dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Desember 2025.

Masalah paling mendasar, kata Netty, terlihat dari dunia pendidikan. Rata-rata lama sekolah penyandang disabilitas baru 7,57 tahun, atau sekitar kelas 1 SMP. Tidak sedikit pula, 20 sampai 25 persen, yang bahkan tidak pernah merasakan bangku sekolah. Akses ke perguruan tinggi lebih memprihatinkan lagi, tidak sampai menyentuh 3 persen.

BACA JUGA:Sejarah Panjang Sawit di Asia Tenggara: Untung Mengalir, Hutan Menghilang

“Selama akses pendidikan belum setara, mustahil kita berharap penyandang disabilitas bisa bersaing di pasar kerja. Ini persoalan struktural yang harus segera dibenahi,” kata Netty.

Kondisi itu berdampak langsung pada dunia kerja. Partisipasi kerja penyandang disabilitas baru 23 persen, dan dari jumlah itu sekitar 70 persen bekerja di sektor informal yang penuh risiko, tanpa perlindungan, dan rawan dieksploitasi.

“Lapangan kerja inklusif harus diperluas. Kita tidak bisa membiarkan penyandang disabilitas terus terpinggirkan dari dunia kerja formal,” tegasnya.

Selain persoalan struktural, Netty menyoroti lapis masalah yang lebih gelap, yakni stigma dan kekerasan yang masih sering menghantui penyandang disabilitas. Ia menyebut bahwa sebagian masyarakat masih memandang disabilitas sebagai aib, bahkan sampai ada keluarga yang menyembunyikan atau memasung anak disabilitas. Bentuk kekerasan yang dilaporkan juga tidak sedikit, dari psikis yang mencapai 37 persen, fisik 22 persen, hingga kekerasan seksual dan ekonomi.

BACA JUGA:Asal-Usul Sawit Bukan dari Indonesia, Begini Sejarahnya Hingga Jadi Komoditas Primadona

“Stigma sosial ini sangat menyakitkan. Penyandang disabilitas bukan kutukan, bukan aib. Mereka sama seperti kita semua, manusia yang punya hak, martabat, dan potensi,” ujar Netty.

Ia menekankan bahwa perlindungan seharusnya sudah dijamin lewat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Namun, implementasinya masih jauh dari kata mantap. Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat anggaran, layanan, dan program inklusif yang bisa diakses siapa pun tanpa diskriminasi.

“Regulasi sudah ada, namun implementasinya belum optimal. Pemerintah pusat dan daerah harus memperkuat layanan, anggaran, dan program inklusif agar hak-hak disabilitas terpenuhi,” ujarnya.

Dalam pandangan Netty, Hari Disabilitas Internasional bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi pengingat keras bahwa masih banyak penyandang disabilitas yang menunggu negara hadir secara nyata, bukan sebatas pernyataan.

Kategori :