JAKARTA, PostingNews.id — Di tengah suasana muram akibat banjir dan longsor yang meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Sumatra, pernyataan Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar justru memantik riak baru. Ucapan Cak Imin yang mengajak jajaran menteri melakukan evaluasi total yang ia sebut sebagai taubatan nasuha, langsung menuai respons keras dari parlemen.
Salah satu yang angkat suara adalah politikus senior Golkar, Firman Soebagyo. Baginya, gaya bicara Cak Imin yang nyerempet-nyerempet religius itu terasa kurang pas ditebar ke publik saat ribuan warga masih berjuang di tengah duka. Dalam pandangan Firman, momen berkabung bukan tempat untuk selipan istilah yang terdengar seperti seloroh.
Kritik itu muncul sebagai reaksi atas ajakan Cak Imin kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk melakukan evaluasi menyeluruh pascabencana. Ajakan itu dibungkus istilah yang menurut Firman bisa menimbulkan salah paham dan kesan seolah pemerintah sedang bermain narasi, bukan fokus bekerja.
Menurutnya, tindakan seorang pejabat publik semestinya memperlihatkan kepekaan, terlebih saat musibah menelan ratusan nyawa dan menghancurkan banyak pemukiman. Dalam kondisi seperti ini, kata Firman, setiap kata yang keluar dari mulut pejabat punya bobot besar dan bisa memengaruhi kepercayaan publik terhadap penanganan bencana.
BACA JUGA:Bahlil Setel Ulang Strategi Golkar, Targetnya Anak Muda untuk Kuasai 2029
“Kerusakan hutan bukanlah masalah yang terjadi dalam waktu singkat, tetapi merupakan hasil dari kebijakan yang telah berlangsung lama,” ujar Firman, Selasa 2 Desember 2025.
Anggota Baleg DPR itu menilai pernyataan Cak Imin sebaiknya tidak disampaikan secara terbuka. Ia mengingatkan bahwa para menteri di kabinet Presiden Prabowo Subianto justru harus menunjukkan satu komando untuk mempercepat penanganan bencana, bukan membuka ruang polemik baru yang bisa mengaburkan fokus utama pemerintah.
“Walaupun mungkin ucapan taubat nasuha tersebut mungkin candaan, namun tidak tepat diucapkan di depan publik dan media dalam suasana duka,” sesalnya.
Ia berharap Cak Imin dan para menteri lainnya bisa menahan diri dan tetap memprioritaskan langkah nyata di lapangan, seperti memastikan bantuan sampai ke warga, membuka akses terisolasi, dan menjamin kebutuhan penyintas terpenuhi. Firman menegaskan bahwa momentum bencana bukan ruang untuk adu retorika maupun lempar tanggung jawab.
BACA JUGA:Parpol Berlomba Bantu Korban Banjir Sumatera, Warga Terbantu tapi Aroma Cari Panggungnya Tercium
Awal Mula Istilah Taubatan Nasuha Muncul
Istilah inilah yang kemudian menjadi pangkal polemik. Pada Senin 1 Desember 2025, Cak Imin menyampaikan duka mendalam atas bencana yang menerjang tiga provinsi sekaligus. Ia mengatakan sudah waktunya pemerintah melihat kembali seluruh kebijakan tata lingkungan dan sumber daya alam, karena akar masalah sering kali berasal dari buruknya pengelolaan masa lalu.
Sebagai langkah awal, ia mengirim surat kepada para menteri terkait untuk melakukan evaluasi bersama di tingkat kementerian sebagai bentuk keseriusan pemerintah.
“Hari ini saya berkirim surat ke Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup untuk bersama-sama evaluasi total seluruh kebijakan, policy dan langkah-langkah kita sebagai wujud komitmen dan kesungguhan kita sebagai pemerintah,” kata Cak Imin.
Usai pernyataan itu, barulah ia menyisipkan ungkapan bernuansa keagamaan yang belakangan memicu reaksi politik.