Ekonomi Naik Tapi Dompet Rakyat Tetap Kering, PKS Tegur Pemerintah Jangan Terlalu Percaya Grafik

Jumat 28-11-2025,13:57 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id – Anggota Komisi XI DPR RI dari PKS, Amin Ak, ikut mengomentari laporan Menteri Keuangan soal keadaan ekonomi kuartal III 2025. Bahasa ringannya kira-kira begini: ekonomi memang tumbuh, grafik naik, tapi dompet rakyat masih sering sesak menjelang tanggal tua. Amin memberi selamat kepada pemerintah, namun ia cepat menambahkan catatan bahwa pertumbuhan tanpa daya beli ibarat balon terbang yang talinya putus.

Pertumbuhan ekonomi tercatat 5,04 persen di Triwulan III 2025, angka yang menurut Amin menunjukkan pemerintah tidak tidur. Tetapi ia mengingatkan bahwa konsumsi masyarakat masih lelah berlari. "Konsumsi rumah tangga adalah indikator yang paling dekat dengan kesejahteraan rakyat. Belum bangkitnya daya beli masyarakat menunjukkan pertumbuhan ekonomi belum dirasakan masyarakat kelas menengah bawah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 November 2025.

Data PDB memperjelas sinyal itu. Konsumsi rumah tangga hanya naik 4,89 persen dan tren perlambatan ini sama sekali bukan kabar baru sejak 2022. Amin meminta Menteri Keuangan Purbaya jangan memandang enteng sinyal rem halus tersebut. "Masyarakat masih menahan belanja. Ini terlihat dari turunnya penjualan motor, mobil, semen, hingga produk tekstil," jelasnya.

Indikator lain ikut mengangkat alis. Upah buruh naik hanya 1,9 persen, sedikit saja di atas inflasi. Indeks Keyakinan Konsumen turun dari 123,5 menjadi 115 pada September 2025. Di lapangan, penghasilan pedagang kecil, buruh harian, tukang parkir sampai guru honorer belum memperlihatkan senyum lebar. "Artinya meski angka makro terlihat baik, realitas ekonomi rakyat belum sepenuhnya pulih," terang Amin, membalik grafik makro ke realita warung dan angkot.

BACA JUGA:PDIP Curiga Dapur MBG Jadi Dapur Politik, Tuntut Audit Besar-besaran

Masalah berikutnya berlokasi di pabrik-pabrik. Sektor padat karya yang menjadi pelindung jutaan lapangan kerja justru sedang ngos-ngosan. PMI manufaktur memang berada di zona ekspansi, tetapi industri yang banyak menyerap tenaga kerja justru seperti kehabisan napas. Industri kulit dan alas kaki tumbuh minus 0,25 persen, padahal tahun lalu masih lari kencang di 10,15 persen. Tekstil dan pakaian jadi kini hanya naik 0,93 persen, turun jauh dari 7,43 persen tahun sebelumnya.

PHK massal sejak akhir 2024 masih menghantui sampai pertengahan 2025. Amin mengingatkan bahwa ketika pabrik padat karya melemah, efek ikutannya langsung sampai ke meja makan rakyat. “Industri padat karya seharusnya menjadi penopang penyerapan tenaga kerja. Jika sektor ini melemah, dampaknya langsung terasa pada konsumsi rumah tangga," katanya.

Tidak hanya itu, Amin menyinggung banjir pakaian bekas impor ilegal alias thrifting yang membuat IKM tekstil dan industri rumahan seperti sedang bertanding tanpa sarung tangan. Pesanan turun, pendapatan menyusut, dan barang murah bekas pakai luar negeri merajalela tanpa permisi. "Kita tentu mendukung kreativitas anak muda dalam gaya hidup thrifting. Namun ketika yang masuk adalah barang ilegal dan merugikan UKM lokal, maka pemerintah perlu bertindak tegas. Ini soal keberpihakan pada industri nasional," tegasnya.

Ringkasnya, ekonomi memang tumbuh, tetapi daya beli masih nyender di pinggir jalan. Pabrik sedang lesu, pasar kebanjiran barang murah, sementara rakyat masih berharap grafik naik itu ikut mengangkat isi dompet mereka. Jika tidak, angka 5 persen hanya berhenti sebatas statistik tanpa rasa.

Kategori :