Rektorat UIN Jakarta Diduga Serobot Gedung Milik Yayasan Publik

Kamis 27-11-2025,14:26 WIB
Reporter : Reynaldi
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id — Belakangan ini muncul isu miring terkait kampus Islam UIN Syarif Hidayatullah dimana pihak rektorat secara paksa melakukan Pengambilalihan Gedung Madrasah Pembangunan (MP) Ciputat.

Kuasa Hukum YSH, Oce Said, menjelaskan bahwa yayasan itu milik sosial atau masyarakat bukan pribadi atau negara, ia menilai langkah pengambilan gedung tersebut berlangsung secara non-prosedural dan dilakukan diam-diam pada malam hari tanpa dasar eksekusi yang jelas.

Menurut Oce, aksi itu terjadi Minggu, 23 November 2025 sekitar pukul 23.00 WIB, saat rombongan bus dan minibus datang lalu mengambil kunci kantor serta kunci kendaraan operasional milik MP.

Ia menyebut ada sekitar 8–15 orang yang memaksa masuk ke area parkir, menemui sekuriti, lalu masuk ke ruangan-ruangan sebelum memadamkan dan menghapus rekaman CCTV.

BACA JUGA:Gus Yahya Minta NU Jaga Keutuhan Saat Internalnya Pecah Gegara Tambang

“Pada Minggu, 23 November 2025, sekitar pukul 23.00 (malam) serombongan bus dan dua minibus dari Tim Rektorat UIN Jakarta berhasil merampas Kunci Kantor Madrasah Pembangunan (MP) dan beberapa kunci kendaraan operasional MP,” ujarnya.

Keesokan paginya, Senin (24/11) pukul 05.30 WIB, kelompok dari rektorat sudah terlihat bekerja dan berjaga di lingkungan MP sehingga pengurus yayasan tak diperbolehkan masuk.

Oce menyebut tindakan itu diikuti dugaan pemaksaan agar guru dan tenaga kependidikan mengambil SK kepegawaian UIN sekaligus menandatangani pakta integritas yang “melarang guru/tendik berkomunikasi dengan pengurus YSH”.

Ia mempertanyakan legitimasi tindakan fisik tersebut yang dikaitkan dengan KMA No. 1543/2025, padahal aturan itu tidak memerintahkan eksekusi pengambilalihan aset maupun penyegelan.

BACA JUGA:16.505 Laporan Masuk ke Lapor Mas Wapres, Publik Masih Menunggu Bukti Tindak Lanjut Gibran

Oce menegaskan tindakan pergantian seluruh kunci, penghapusan CCTV, dan pengusiran paksa sebagai “perbuatan melawan hukum” dan berpotensi mengandung penyalahgunaan wewenang oleh aparatur negara.

Meski konflik berlangsung, YSH memastikan proses belajar tetap berjalan bagi 300 pengajar dan 3.000 siswa, meski sejumlah fasilitas seperti server CCTV dan beberapa dokumen penting tak dapat lagi diakses.

Kategori :