Uang Rampasan Koruptor Mau Diandalkan Prabowo, Begini Alur Ribetnya Menurut Ahli Sebelum Jadi Anggaran Negara

Senin 24-11-2025,12:13 WIB
Reporter : Andika Prasetya
Editor : Andika Prasetya

JAKARTA, PostingNews.id – Di tengah ramai-ramainya wacana gebrakan ekonomi ala pemerintahan baru, Presiden Prabowo Subianto muncul dengan satu jurus jitu yang langsung bikin banyak orang geleng-geleng. Uang rampasan koruptor, yang biasanya cuma numpang tampil di konferensi pers sambil dipamerin kayak tumpukan uang kembalian kasino, kini mau dijadikan amunisi untuk membiayai berbagai program negara. Dari pendidikan, beasiswa, kampung nelayan, sampai bayar utang Whoosh yang sempat bikin rakyat mikir itu kereta atau password WiFi.

Prabowo menyebut bahwa dana hasil penyitaan koruptor akan diarahkan ke sektor-sektor prioritas. Pertanyaannya, duit haram yang sudah disita negara itu bisa langsung dicolok begitu saja atau harus lewat jalur resmi?

Pakar hukum pidana dan perdata Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, buru-buru mengingatkan bahwa negara ini bukan warung padang yang bisa ambil lauk dulu bayar belakangan. Ada mekanisme APBN yang tidak bisa diterabas begitu saja. Uang rampasan harus masuk dulu ke kas negara sebagai PNBP, baru keluar lagi lewat RAPBN yang dibahas bersama DPR.

“Harus tetap memakai mekanisme APBN. Artinya, uang sitaan itu masuk dulu ke kas negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP), lalu dikeluarkan kembali melalui RAPBN,” ujar Fickar kepada wartawan, Jumat, 21 November 2025.

BACA JUGA:Gus Yahya Nyalakan Alarm, Kumpulkan Kiai Sepuh di Lirboyo buat Redam Badai PBNU

Meskipun bunyinya resmi, sebenarnya intinya gampang. Tidak ada jalan tol untuk pakai uang koruptor. Semua harus lewat jalur birokrasi yang lengkap dengan tikungan-tikungan administrasi. Selama ini pendapatan negara mayoritas dari pajak. Nah, uang sitaan ini boleh juga jadi tambahan bensin APBN, tapi tidak bisa dipakai tanpa lampu hijau dari DPR.

Mekanismenya pun baku. Uang hasil korupsi dipulihkan dulu lewat proses hukum, baik oleh KPK maupun Kejagung. Setelah itu dana disetor ke kas negara. “Dari KPK atau Kejagung, langsung masuk kas negara atau ke Dirjen Anggaran, ya alurnya biasa melalui pengesahan RAPBN ke DPR,” lanjut Fickar.

Ia menegaskan bahwa Presiden tidak bisa iseng membuka laci kas negara lalu mengambil uang sitaan begitu saja. Semua rencana penggunaan dana harus diajukan lewat kementerian atau lembaga terkait, dibahas lagi sama DPR, baru bisa jalan. “RAPBN itu berisi macam-macam rencana pembiayan semua program pemerintah. Jadi tidak bisa semaunya uang masuk lantas diambil keluar oleh Presiden,” kata Fickar.

Pada bagian lain ia menegaskan bahwa dalam APBN tidak ada kategori spesial untuk uang hasil rampasan korupsi. Tidak ada istilah dana kilat, dana super, atau dana fast track. Semua melebur ke sistem APBN seperti dana lainnya. “Tidak ada yang khusus. Semua ada aturan dan mekanismenya. Tidak bisa seenaknya,” tegas Fickar.

BACA JUGA:Praperadilan Diulang, KPK Bilang Penyidikan Rudy Tanoe Jalan Terus Tanpa Tengok Belakang

Prabowo sebelumnya menyinggung keinginannya agar uang rampasan korupsi tidak dibiarkan mengendap. Dana belasan triliun hasil korupsi CPO disebut bisa dipakai untuk memperbaiki 8.000 sekolah.  "Rp 13 triliun ini kita bisa memperbaiki renovasi 8.000 sekolah lebih, 8.000 lebih sekolah," ucap Prabowo.

Ia juga menyebut dana ini bisa membangun ratusan kampung nelayan modern. “Rencananya sampai akhir 2026, kita akan dirikan 1.100 desa nelayan. Tiap desa itu anggarannya 22 miliar. Jadi 13 triliun ini berarti kita bisa membangun 600 kampung nelayan,” kata Prabowo.

Sebagian uang itu bahkan diincar untuk memperkuat LPDP. “Yang Rp 13 triliun disumbangkan atau diambil oleh Jaksa Agung hari ini diserahkan ke Menteri Keuangan. Mungkin Menteri Keuangan, mungkin, sebagian kita taruh di LPDP untuk masa depan,” lanjut Prabowo.

Lalu janji paling heboh, yaitu duit koruptor akan dipakai untuk bayar utang Whoosh. “Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi (setelah diambil negara) saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi, saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” ujarnya.

BACA JUGA:PDIP Klaim Sedang Bangun Peradaban Politik di Riau, Bukan Sekadar Cari Kekuasaan

Tak berhenti di situ, Prabowo juga memastikan uang rampasan itu bakal dipakai untuk mendanai digitalisasi pendidikan, termasuk smartboard di semua kelas. “Kita rencananya nanti tiap kelas insya Allah di Indonesia akan kita taruh interaktifnya. Nanti itu semua dari uang-uang koruptor yang kita kejar,” tegas Prabowo.

Kejagung pun mengeluarkan dukungan. Jaksa Agung Burhanuddin memastikan semua asset recovery dari kasus CPO telah diserahkan ke Kemenkeu. "Tentunya dalam perkara ini, barang rampasan negara berupa uang akan kami serahkan kepada Kemenkeu, dan sebagai instansi yang berwenang mengelola keuangan negara," katanya.

KPK tidak mau ketinggalan. Juru Bicara Budi Prasetyo menegaskan dukungan lembaga itu terhadap pemanfaatan uang rampasan untuk smartboard. “KPK mendukung penuh komitmen Presiden untuk mengoptimalkan asset recovery,” ujarnya.

Namun Budi juga mengingatkan bahwa sebelum uang itu dipakai, status hukumnya harus inkrah dan harus dilelang terlebih dulu. “Dari hasil lelang itu lah yang kemudian masuk ke kas negara, masuk ke dalam siklus APBN,” kata Budi.

BACA JUGA:PDIP Serang Balik PSI, Jokowi Disebut Ingkar Janji Pensiun

Sementara itu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bilang pembayaran utang Whoosh dengan uang rampasan masih dalam tahap wacana, bukan keputusan final. "Masih didiskusikan, masih didiskusikan nanti detailnya. Itu yang ada adalah masih garis-garis besarnya," ujarnya.

Rencananya, tim Kemenkeu akan terbang ke China untuk membahas skema pembayaran yang tepat. "Tapi nanti akan diskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran persisnya," ujarnya.

Sekali lagi Purbaya menegaskan prosesnya belum matang. "Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti," tambahnya.

Kategori :