JAKARTA, PostingNews.id – Partai Buruh kembali mengibarkan bendera perjuangan upah. Mereka menuntut kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5 sampai 10,5 persen dari tahun ini, jauh di atas usulan pemerintah yang hanya 6,5 persen.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, dasar tuntutan itu bukan asal teriak, melainkan berlandaskan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024 yang menegaskan bahwa penentuan upah minimum harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak.
“Dengan formula yang melihat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu,” kata Said Iqbal di Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 13 Oktober 2025.
Said menilai usulan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang hanya menaikkan UMP 6,5 persen terlalu rendah. Ia menegaskan bahwa kenaikan dua digit justru realistis di tengah pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih pesat dibanding nasional. “Ada provinsi yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dari nasional. Contoh, Maluku Utara itu 30 persen atau enam kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional,” tuturnya.
BACA JUGA:Riset BRIN Ungkap Tantangan Air Bersih di IKN Hanya 0,5%
Menurut Said, menaikkan upah bukan hanya soal keadilan bagi buruh, tapi juga strategi ekonomi. Daya beli masyarakat, kata dia, sedang loyo akibat deflasi yang berulang sepanjang 2025.
“Salah satu cara menaikkan daya beli adalah menaikkan konsumsi. Kalau daya beli naik, konsumsi naik. Kalau konsumsi naik, pertumbuhan ekonomi naik. Salah satu meningkatkan daya beli upah dinaikkan pada tingkat yang wajar,” ucapnya.
Dari sisi pemerintah, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli belum mau bicara angka. Ia memastikan pembahasan soal kenaikan UMP masih berlangsung di meja teknis dan politik. “Prosesnya, kita sedang mengembangkan konsep. Ada kajian terkait kenaikan UMP ini,” ujar Yassierli di sela acara Indonesia International Sustainability Forum di Jakarta.
Ia menambahkan, pemerintah akan melibatkan semua pihak dalam proses pengambilan keputusan, termasuk perwakilan buruh, pengusaha, dan Dewan Pengupahan Nasional yang sudah mulai menggelar rapat.
BACA JUGA:Mensos Kunjungi SRMA 13 Bekasi, Bangga Lihat Semangat Siswa Sekolah Rakyat
Yassierli memastikan masih ada waktu untuk merumuskan keputusan yang adil bagi semua pihak. Menurutnya, kebijakan upah bukan semata urusan angka, melainkan soal keseimbangan antara regulasi, kemampuan dunia usaha, dan kesejahteraan pekerja.