POSTINGNEWS.ID - Rencana Dedi Mulyadi untuk membuat program iuran warga setiap hari berimbas kritikan dari berbagai pihak.
Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Nomor 149/PMD.03.04/2025 tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu).
Yaitu program yang mengimbau seluruh lapisan masyarakat, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pelajar, untuk menyisihkan uang sebesar Rp1.000 setiap hari sebagai bentuk gotong royong sosial.
BACA JUGA:Nadiem Makarim Tak Hadiri Sidang Praperadilan Korupsi Laptop di PN Jaksel
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Junaidi Samsudin, menilai kebijakan itu perlu dikaji ulang sebelum diimplementasikan di tingkat daerah.
Ia meminta Bupati Bogor, Rudy Susmanto, tidak serta-merta mengikuti arahan gubernur tanpa melakukan kajian menyeluruh terhadap dampak dan mekanisme pelaksanaannya.
Menurut Junaidi, meski program itu diklaim memiliki tujuan baik dalam membangun solidaritas sosial, namun penerapannya berpotensi menimbulkan persoalan di lapangan.
BACA JUGA:Bahlil Larang UMKM Jakarta Ikut Tambang, yang Boleh Hanya Anak Daerah
Ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit.
“Saya meminta kepada Bupati Bogor untuk mengkaji agar tidak dilaksanakan terburu-buru. Kajian komprehensif dulu baru boleh dilaksanakan. Karena saya melihat terlalu banyak mudaratnya,” ujarnya saat ditemui di Bogor, Kamis (9/10/2025).
Junaidi mengakui bahwa semangat gotong royong merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa Barat yang sudah mengakar.
BACA JUGA:Produksi Minyak Terus Menurun, Indonesia Kini Bergantung Pada Impor
Namun, ia menilai nilai-nilai solidaritas tersebut tidak seharusnya diformalkan dalam bentuk pungutan yang sifatnya wajib.
Menurutnya, masyarakat selama ini sudah terbiasa saling membantu tanpa perlu imbauan atau kewajiban administratif dari pemerintah.
“Rereongan ini berlaku untuk semua kalangan, baik ASN provinsi sampai tingkat kabupaten, juga masyarakat biasa. Tapi kalau semua diwajibkan, ini bisa menimbulkan kesalahpahaman. Bagi yang mampu mungkin ringan, tapi bagi sebagian lainnya bisa terasa membebani,” jelasnya.