JAKARTA, PostingNews.id – Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen (Purn) Napoleon Bonaparte kembali jadi bahan pembicaraan usai melontarkan kritik pedas soal kondisi internal kepolisian. Ia menilai Polri kini kehilangan arah independensi karena terlalu akrab dengan kekuasaan politik.
Dalam gaya bicaranya yang lugas, Napoleon menegaskan bahwa Polri bukan “Parcok” alias Partai Coklat dan sudah saatnya institusi itu diselamatkan dari jebakan politik praktis.
“Polri itu bukan Parcok. Siapa yang tidak suka dengan pernyataan ini berarti dia Parcok atau orang yang membuat Parcok,” ujar Napoleon saat berbicara dalam seminar bertema arah reformasi kepolisian yang digelar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia di Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Rabu 8 Oktober 2025.
Istilah “Parcok” yang digunakan Napoleon berasal dari penilaian publik bahwa Polri kini tampak terlalu berafiliasi dengan partai-partai politik demi keuntungan tertentu dari pemerintah. Menurutnya, kesan buruk itu tidak muncul tiba-tiba, melainkan tumbuh dari perilaku sejumlah pejabat Polri yang menjual independensi institusi hanya demi kepentingan kekuasaan.
BACA JUGA:KPU Solo Pasang Badan, Sebut Ijazah Gibran Sah Sejak Awal
Napoleon mengatakan, jika Polri ingin kembali dihormati, maka harus ada keberanian untuk memutus hubungan mesra dengan politik.
Ia mengingatkan bahwa fenomena Parcok bukan barang baru. Praktik ini, katanya, sudah mulai terlihat sejak awal tahun 2000 dan terus berlanjut hingga kini.
“Parcok ini dimulai dari sekitar tahun 2000-an, bukan 2020. Karena ada pimpinan-pimpinan Polri waktu itu yang menggadaikan institusi besar ini kepada kepentingan partai tertentu. Turun ke Kapolri berikutnya, dan hari ini pun kita lihat itu,” ungkap Napoleon disambut riuh peserta.
Kritiknya tidak berhenti sampai di sana. Napoleon kemudian menyinggung budaya feodal yang masih mengakar kuat di tubuh Polri. Ia menyindir bahwa di kepolisian hanya ada dua “tuhan” yang disembah, yakni Allah dan Kapolri.
BACA JUGA:Inisial “J” di PSI, Teka-teki yang Terlalu Mudah untuk Dirahasiakan
Candaan itu memancing tawa peserta seminar, meski jelas mengandung sindiran serius tentang kepemimpinan yang terlalu absolut.
Menurut Napoleon, struktur komando yang kaku membuat para perwira di bawah bintang tiga tak berani bersuara kritis. “Bintang tiga ke bawah semua takut sama Kapolri. Jadi tolong, reformasi ini bisa nggak nanti membatasi kewenangan Kapolri agar tidak lagi seperti dewa pencabut nyawa,” ucapnya yang langsung disambut tepuk tangan kecil di ruangan.
Napoleon kemudian mendorong reformasi menyeluruh agar Polri terbebas dari pengaruh politik, mulai dari proses pemilihan Kapolri sampai mekanisme rekrutmen internal. Ia menilai fit and proper test di DPR hanya membuat calon Kapolri terikat pada kepentingan partai-partai politik.
“Kapolri kalau mau ditunjuk, jangan lagi pakai fit and proper test DPR. Itu cuma membelenggu Polri kepada partai-partai. Lepaskan Polri agar tegak lurus dan loyal kepada Presiden sebagai Kepala Negara, bukan kepada Pemerintah,” tegasnya.
BACA JUGA:Amphuri Blak-blakan, Sebut Kuota Haji 50:50 Hasil Tangan Dingin Gus Yaqut