POSTINGNEWS.ID --- Tragedi robohnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, yang menewaskan 67 orang, meninggalkan duka mendalam di hati bangsa. Bukan hanya bagi keluarga korban, tapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Peristiwa memilukan ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya keamanan bangunan pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan di Tanah Air.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi salah satu lembaga yang menyoroti serius kejadian tersebut. Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, menegaskan bahwa tragedi Al Khoziny harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan pengelola lembaga pendidikan untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keamanan gedung-gedung pesantren.
“Dengan peristiwa ini, pemerintah harus mengevaluasi semua bentuk gedung, tidak hanya pesantren, tetapi juga bangunan pendidikan dan publik lainnya. Sudah ada standar operasional prosedur (SOP) yang wajib diikuti oleh semua pihak, termasuk pesantren,” ujar Amirsyah di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
BACA JUGA:Pesantren Ambruk, 54 Santri Tewas: DPR Akui Ada Kelalaian dan Lemahnya Pengawasan
Duka dan Harapan dari MUI
Amirsyah mengaku sangat terharu dengan kejadian ini, terlebih karena insiden terjadi di waktu santri sedang menjalankan salat berjemaah. “Masya Allah, sangat prihatin. Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Mudah-mudahan peristiwa seperti ini tidak terulang lagi,” ucapnya dengan nada berduka.
Ia menilai, tragedi ini harus menjadi pelajaran besar bagi bangsa, khususnya dalam membangun lembaga pendidikan berbasis pesantren yang aman dan layak huni.
Kemenag Didorong Bentuk Direktorat Khusus Pesantren
Lebih lanjut, Amirsyah menilai Kementerian Agama (Kemenag) memiliki tanggung jawab besar dalam pengawasan dan pembinaan terhadap lebih dari 40 ribu pesantren di seluruh Indonesia.
“Dari peristiwa Sidoarjo ini, sudah sepatutnya pemerintah, terutama Kemenag, melakukan pembinaan dan pengawasan serius. Dibutuhkan struktur birokrasi yang lebih fokus, misalnya direktorat khusus kepesantrenan yang mengatur tata kelola, standar bangunan, hingga keselamatan santri,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar perbaikan sistem dilakukan dengan pendekatan kolaboratif lintas sektor. Amirsyah memperkenalkan konsep “ABGCM” — Akademisi, Businessman, Government, Community, dan Media — sebagai lima elemen penting yang harus bersinergi dalam menciptakan perubahan nyata.
“Semua pihak punya peran. Akademisi memberikan riset, pengusaha bisa membantu dari sisi dana dan CSR, pemerintah mengatur regulasi, masyarakat mengawasi, dan media menyuarakan transparansi,” jelasnya.
BACA JUGA:Program MBG Kena Sindiran DPR: Dari “Makan Bergizi Gratis” Jadi “Makan Beracun Gratis”?
Pemerintah Siapkan Hotline Laporan Gedung Rawan
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, mengumumkan bahwa pemerintah akan membuka layanan hotline aduan bangunan pendidikan dan pesantren yang berpotensi roboh.
“Kami akan siapkan hotline agar masyarakat bisa melapor jika ada bangunan yang rawan atau butuh perbaikan. Pesantren-pesantren bisa langsung konsultasi melalui layanan ini,” kata Muhaimin di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta.
Langkah ini diharapkan menjadi sistem peringatan dini yang bisa mencegah tragedi serupa di masa mendatang.