Pesantren Ambruk, 54 Santri Tewas: DPR Akui Ada Kelalaian dan Lemahnya Pengawasan

Pesantren Ambruk, 54 Santri Tewas: DPR Akui Ada Kelalaian dan Lemahnya Pengawasan

DPR RI 1200-Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi-

POSTINGNEWS.ID --- Tragedi robohnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban sekaligus membuka mata publik soal lemahnya pengawasan bangunan pesantren di Indonesia.

Hingga Senin, 6 Oktober 2025, tercatat 54 santri meninggal dunia dan 13 orang masih dalam pencarian.

Peristiwa memilukan ini bukan hanya soal bencana konstruksi, tapi juga cermin dari kelalaian sistemik — dari pihak pesantren, pemerintah, hingga lembaga pengawas yang seharusnya memastikan keselamatan para santri.

BACA JUGA:Prabowo Bongkar Tambang Timah Ilegal di Bangka Belitung, Duit Negara Bocor Sampai Rp300 Triliun

DPR: Struktur Bangunan Lemah, Kelalaian Tak Bisa Dipungkiri

Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyoroti langsung penyebab runtuhnya bangunan pesantren. Ia menegaskan bahwa ada unsur kelalaian serius dalam pembangunan.

“Kalau kita bertanya apakah ini ada kesalahan, kelalaian, tentu iya. Dapat dipastikan struktur bangunannya kurang memadai,” kata Marwan, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, kesalahan tidak bisa hanya dibebankan ke pihak pesantren. Pemerintah daerah dan lembaga terkait juga punya tanggung jawab besar karena lalai melakukan pengawasan dan pendampingan teknis.

“Yang punya otoritas mengatakan ‘iya atau tidak’ bangunan itu layak kan ada petugasnya. Seharusnya ada IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Tapi faktanya, banyak pesantren yang membangun sendiri tanpa pengawasan,” ujarnya tegas.

BACA JUGA:Drama Evakuasi di Sidoarjo: Beton Raksasa Hambat Penyelamatan Korban Runtuhnya Ponpes Al Khoziny

Banyak Pesantren Bangun Mandiri Tanpa Panduan Teknis

Marwan menyoroti fakta bahwa banyak pondok pesantren di Indonesia dibangun dengan inisiatif sendiri tanpa pendampingan teknis dari pemerintah.

Masalahnya, proses pengurusan izin bangunan kerap dianggap rumit dan panjang, membuat pengelola memilih jalan pintas.

“Bisa jadi, karena merasa sulit mendapatkan izin mendirikan bangunan, akhirnya mereka mengerjakan sendiri. Tapi ini sangat berisiko,” ungkapnya.

Politikus itu juga menyebut bahwa pemerintah dan DPR ikut bersalah karena membiarkan kondisi ini berlangsung tanpa regulasi jelas atau mekanisme pengawasan yang kuat.

“Saya kira ini ya kembali lagi, kalau diusut ya pesantren salah, tapi pemerintah juga salah, tidak mengawasi. Termasuk juga kita di DPR, kenapa tidak memberikan perhatian penuh,” tutur Marwan dengan nada reflektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News